Jumat, 05 April 2013

Askep Lansia dgn Dimensia

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan dengan jumlah orang yang mencapai usia tua telah menjadi masalah besar bagi pelayanan psikiatri. Lebih banyak orang hidup sampai tua, dimana mereka berisiko untuk demensia serta lebih sedikit orang muda ada untuk merawatnya. Proses penuaan secara normal membawa perubahan mental maupun fisik. Penurunan intelektual mulai terlihat pada dewasa muda, dan semakin jelas pada usia tua. Kesulitan mengingat berbentuk lambatnya dan buruknya daya ingat, lupa senilis yang ringan biasanya lupa nama atau hal lain yang relative tidak penting. Penuaan juga melibatkan perubahan sosial dan psikologi.
Penuaan fisik dan pensiun dari pekerjaan menimbulkan penarikan diri bertahap dari masyarakat sejalan dengan itu terjadi penyempitan minat dan pandangan ketakmampuan menerima pemikiran baru, kecenderungan memikirkan hal yang lampau dan mempunyai pandangan konservatif.peruabahan ini semakin cepat pada orang tua yang menderita penyakit mental. Penyakit mental pada orang tua sangat bervariasi, maka terjadilah masalah besar, seperti masalah social dan ekonomi maupun medis yang muncul akibat demensia senilis dan demensia multi infark.penyakit ini sering terjadi bahkan meningkat karena populasi orang tua bertambah dan tidak tersedianya tindakan pencegahan atau pengobatan. Banyak orang tua yang menderita demensia juga menderita penyakit fisik penyerta lain.
Lanjut usia atau lansia identik dengan demensia atau pikun dan perlu diketahui bahwa pikun bukanlah hal yang normal pada proses penuaan. Lansia dapat hidup normal tanpa mengalami berbagai gangguan memori dan perubahan tingkah laku seperti yang dialami oleh lansia dengan demensia. Sebagian besar orang mengira orang bahwa demensia adalah penyakit yang hanya diderita oleh para lansia, kenyataannya demensia dapat diderita oleh siapa saja dari semua tingkat usia dan jenis kelamin (Harvey, R.J.et al.2003).
Hal ini akan menitikberatkan pada demensia yang diderita oleh lansia dan perawatan yang dapat dilakukan keluarga sebagai support system yang penting untuk penderita demensia.
PEMBAHASAN
GANGGUAN PSIKOLOGI PADA LANSIA

A. Pengertian
Lansia merupakan kelanjutan dari usia dewasa (menurut Dra. Ny. Jos Masdani psikolog UI).
Demensia merupakan sindroma yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran.( Harold I. Kaplan, MD,dkk, 1997, hal.512).
Demensia adalah gangguan kronis dengan awitan lambat dan biasanya berprognosis buruk. (Issacs,Ann, 2004, hal. 260).
Demensia adalah keadaan dimana seseorang mengalami penurunan kemampuan daya ingat dan daya ingat dan daya pikir dan kemampuan kemampun tersebut menimbulkan gangguan terhadap fungsi kehidupan sehari-hari.
Demensia dikenal sebagai keadaan organik kronika atau sindroma otak kronika atau kegagalan otak. ( I.M. ingram G.C. timbury. R.M. mowbray, 1993, hal.29 ).
Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit atau gangguan otak yang biasanya bersifat kronik, progresif, dimana terdapat gannguan fungsi luhur kortikal yang multipel (multiple higher cortical function) termasuk didalamnya : daya ingat, daya pikir, orientasi , daya tangkap ( comprehension ), berhitung, kemampun belajar, berbahasa dan daya nilai judgment, umumnya disertai, danada kalanya diawali dengan kemerosotan ( deterioration ) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi hidup.
Demensia merupakan suatu sindroma yang menunjukkan adanya kemunduran intelegensi.
Delirium dikenal sebagai keadaan organic akut, psikosis simtomatik, sindroma otak akut. ( I.M. ingram G.C. timbury. R.M. mowbray, 1993, hal.28).
Delirium juga dapat diartikan suatu status kekacauan mental akut. (Hudak, Carolyn M,1997,hal.45).
Delirium adalah suatu gangguan kesadaran, biasanya terlihat bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif secara global. (Harold I.Kaplan,MD,dkk, 1997,hal 505).
Delirium adalah gangguan akut dengan awitan cepat, yang biasanya bisa disembuhkan bila segera diobati. (Issacs, Ann, 2004, hal.260).

B. Epidemiologi

Alzheimer adalah wanita, mempunyai sanak saudara tingkat pertama dengan gangguan Demensia sebenarnya adalah penyakit penuaan. Diantara orang amerika yang berusia 65 tahun kira-kira 5% menderita demensia berat dan 15% menderita demensia ringan. Orang Amerika yang berusia 80 tahun, kira-kira 20% menderita berat, 50-60% menderita demensia dengan type Alzheimer. Faktor resiko untuk perkembangan dengan type tersebut dan mempunyai riwayat cidera kepala. Sindrom Down juga secara karakteristik berhubungan dengan perkembangan demensia type Alzheimer.
Type demensia yang paling sering kedua adalah Demensi Vaskular. Demensia vaskular yaitu Demensia yang secara kausatif berhubungan denga penyakit Serebro Vaskuler. Demensia Vaskuler berjumlah 15-30% dari semua kasus Demensia. Demensia Vaskular paling sering ditemukan pada orang yan berusia antara 60 dan 70 tahun, dan lebih sering pada laki-laki dibanding wanita. Hipertensi merupakan predisposisi seseorang terhadap penyakit.
Penyebab demensia lainya yang sering, masing-masing mencerminkan 1-5% kasus adalah trauma kepala. Demensia yang berhubungan dengan gangguan pergerakan sebagai contoh penyakit Huntington dan penyakit Parkinson, karena demensia merupakan suatu sindroma yang umum dan dokter harus memulai pemeriksaan klinis yang cermat pada seorang pasien demensia untuk menegakkan penyebab demensia pada tertentu.

Delirium adalah gangguan yang umum, usia lanjut adalah factor resiko utama untuk perkembangan delirium. Factor predisposisi lainnya untuk perkembangan delirium adalah usia yang muda (yaitu anak-anak), cedera otak yang telah ada sebelumnya (sebagai contoh demensia, penyakit kardiovaskuler, tumor), riwayat delirium, ketergantungan alcohol,diabetes, kanker, gangguan sensoris misalnya kebutaan dan malnutrisi.

C. Penyebab
Demensia disebabkan oleh:
a. Kondisi akut yang tidak diobati atau tidak dapat disembuhkan, bila kondisi akut yang menyebabkan delirium atau tidak dapat diobati, terdapat kemungkinan bahwa kondisi ini akan menjadi kronik dan karenanya dapat dianggap sebagai demensia.
b. Penyakit vaskular, seperti hipertensi, arteriosklerosis, dan ateroklerosis dapat menyebabkan stroke.
c. Penyakit Parkinson: demensia menyerang 40% dari pasien-pasien ini.
d. Penyakit prion ( Protein yang terdapat dalam proses infeksi penyakit Creutzfeldt-Jakob).
e. Infeksi human imuno defesiensi virus (HIV) dapat menyerang system saraf pusat, menyebabkan ensefalopati HIV atau komlek demensia AIDS.
f. Gangguan struktur jaringan otak, seperti tekanan normal hidrosefalus dan cedera akibat trauma kepala,.

Delirium disebabkan oleh :
a. Penyakit akut atau kronis, seperti gagal jantung kongestif, pneumonia, penyakit ginjal dan hati,kanker dan stroke.
b. Faktor hormonal dan nutrisi, diabetes, ketidakseimbangan adrenal, atau tiroid, malnutrisi dan dehidrasi.
c. Kerusakan sensorik yang berkaitan dengan kehilangan penglihatan dan pendengaran serta deprivasi tidur.
d. Pengobatan, meliputi meminum berbagai obat, resep ( terutama kombinasi obat yang bersifat antikolinergik).
a) Obat-obat yang mengganggu sistem kolinergik dan neurotransmitter asetikolin dapat mempengaruhi memori, kemampuan belajar, kemampuan konsentrasi dan keadaan terjaga.
b) Contoh obat antikolinergik antara lain antipsikotik, antihistamin, anti depresan, dan antiparkinson.
e. Prosedur badah atau trauma, termasuk kehilangan darah dan syok.

D. Klasifikasi
a. Menurut umur:
a) Demensia senilis yaitu demensia yang terjadi pada usia > 65 tahun.
b) Demensia prasenilis yaitu demensia yang terjadi pada usia < 65 tahun.
b. Menurut perjalanan penyakit:
a) Reversibel
b) Irreversibel ( normal pressure hidrosefalus, subdural hematoma, vitamin B defesiensi, hipotiroidisme, intoksikasi PB).
c. Menurut kerusakan struktur otak:
a) Demensia tipe Alzheimer
Alzheimer adalah penurunan konsentrasi asetilkolin dan kolin asetil transferase didalam otak dan merupakan penyakit degenerative akibat kematian sel-sel otak dan umumnya menyebabkan kemunduran fungsi intelektual atau kognitif, yang meliputi kemunduran daya mengingat dan proses berfikir.prilaku yang dialami demensia ini adalah mudah lupa atau pikun. Walaupun pennyebab demensia tipe Alzheimer belum diketahui secara pasti, beberapa penelitian telah menyatakan bahwa sebanyak 40 % pasien mempunyai riwayat keluarga menderita demensia tipe Alzheimer sehingga faktor genetik sangat dianggap berperan dalam perkembangan gangguan didalam sekurangnya beberapa kasus.
b) Demensia non Alzheimer
c) Demensia vaskular
Penyebab utama dari demensia vaskular adalah penyakit vaskular cerebral yang multipel yang menyebabkan suatu pola gejala demensia, yang biasanya juga disebut demensia multi infark. Demensia vascular ini sering terjadi pada laki-laki khususnya pada mereka dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya atau factor resiko kardiovaskuler lainnya.
d) Demensia Jisim Lewy (Lewy Body Dementia)
e) Demensia Lobus frontal temporal
f) Demensia terkait dengan HIV-AIDS
g) Morbus Parkinson
h) Morbus Hungtington
i) Morbus Pick
j) Morbus Jakob-Creutzfeldt
k) Sindrom Gerstmann-Straussler-Scheinker
l) Prion disease
m) Palsi Supranuklear progresif
n) Multiple sklerosis
o) Neurosifilis
p) Tipe campuran

d. Menurut sifat klinis:
a. Demensia propius
b. Pseudo-demensia




E. Tanda dan gejala
Demensia:
a. gangguan daya ingat
b. Perubahan kepribadian
c. Orientasi
d. Gangguan bahasa
e. Psikosis
f. Mudah tersinggung, bermusuhan
g. Gangguan lain: Psikiatrik, Neurologis, Reaksi Katastropik, Sindroma Sundowner
h. Kesulitan mengatur penggunaan keuangan
i. Tidak bisa pulang kerumah jika berpergian

Delirium:
Delirum ditandai oleh kesulitan dalam:
a. Konsentrasi dan memfokus
b. Mempertahankan dan mengalihkan daya perhatian
c. Kesadaran naik turun
d. Disorientasi terhadap waktu, tempat dan orang
e. Halusinasi biasanya visual kemudian yang lain
f. Bingung menghadapi tugas sehari – hari
g. Perubahan kepribadian dan a – hari
h. Perubahan kepribadian dan afek
i. Pikiran menjadi kacau
j. Bicara ngawur
k. Disartria dan bicara cepat
l. Neologisma
m. Inkoheren



Gejala termasuk:
a. Perilaku yang inadekuat
b. Rasa takut
c. Curiga
d. Mudah tersinggung
e. Agitatif
f. Hiperaktif
g. Siaga tinggi ( hyperalet )
Atau sebaliknya bisa menjadi:
a. Pendiam
b. Menarik diri
c. Mengantuk
d. Banyak pasien yang berfruktruasi antara diam dan gelisah
e. Pola tidur dan makan terganggu
f. Ganguan kognitif, jadi daya mempertimbangkan dan titik diri terganggu


F. Tinjauan proses keperawatan

A. Pengkajian
1) Riwayat
Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan gejala karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang didiagnosis.
2) Kaji adanya demensia
Dengan alat- alat yang sudah distandarisasi, meliputi:
a. Mini Mental Status Exam (MMSE)
b. Short portable Mental Status Questionnarie
3) Singkirkan kemungkinan adanya depresi
Dengan alat skrining yang tepat, seperti Geriatric Depression Scale ( Yesavage & brink, untuk perbandigan gejala delirium, demensia, depresi.
4) Ajukan pertanyaan-pertanyaan pengkajian keperawatan
5) Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga. Lakukan observasi langsung terhadap:
a. Perilaku.
1. Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan melakukan aktivitas hidup sehari-hari?
2. Apakah klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial?
3. Apakah klien sering meneluyur dan mondar mandir?
4. Apakah dia menunjukkan sundown syndrome atau perseveration phenomena?
b. Afek.
1. Apakah klien menunjukkan ansietas?
2. Labilitas emosi?
3. Depresi atau apatis?
4. Iritabilitas?
5. Curiga?
6. Tidak berdaya?
7. frustasi?
c. Respon kognitif.
1. Bagaimana tingkat orientasi klien?
2. Apakah klien mengalami kehilangan ingatan tentang hal-hal yang baru saja atau yang sudah lama terjadi?
3. Sulit mengatasi masalah, mengorganisasikan atau mengabstrakan? Kurang mampu membuat penilaian terbukti mengalami afasia, agnosia, atau apraksia?
6) Luangkan waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga.
a. Identifikasi pemberian asuhan primer dan tentukan berapa lama ia sudah menjadi pemberi asuhan di keluarga tersebut. (demensia jenis Alzheimer tahap akhir dapat sangat menyulitkan karena sumber daya keluarga mungkin sudah habis.)
b. Identifikasi system pendukung yang ada pada pemberi asuhan dan anggota keluarga yang lain.
c. Identifikasi pengetahuan dasar tentang perawaran klien dan sumber daya komunitas ( catat hal-hal yang prertlu diajarkan).
d. Identifikasi system pendukung spiritual bagi keluarga.
e. Identifikasi kekhawatiran tertentu tentang klien dan kekhawatiran pemberi asuhan tentang dirinya sendiri.

B. Analisis

a. Setelah menganalisis dta yang dikaji, bedakan prioritas klien.
b. Evaluasi kemampuan koping klien dan keluarga; evaluasi tingkat ansietas klien dan potensinya untuk mengekspresikan prilaku tanpa sadar.
c. Analisis tingkat kerusakan yang berkaitan dengan gangguan kognitif tertentu.
d. Analisis sumber daya yang tersedia bagi klien, pemberi asuhan, atau keluarga.

C. Diagnosa keperawatan

Tetapkan diagnosis keperawatan untuk klien yang meliputi, tetapi tidak terbatas pada, yang berikut ini:
a. Ansietas (sebutkan tingkatnya)
b. Koping individu tidak efektif
c. Gangguan proses berpikir
d. Gangguan penatalaksanaan rumah
e. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
f. Perubahan kinerja peran
g. Konfusi akut
h. Konfusi kronik
i. Isolasi sosial
j. Perubahan sensori persepsi
k. Kurang perawatan diri
l. Hambatan komunikasi verbal
m. Gangguan pola tidur
n. Resiko kekerasan terhadap diri sendiri/orang lain
Tetapkan diagnosis keperawatan untuk pemberi asuhan atau keluarga.
a. Koping keluarga tidak efektif: menurun
b. Perubahan proses keluarga
c. Ketegangan peran pemberi asuhan

D. Perencanaan dan identifikasi hasil

1. Bekerja sama dengan klien, pemberi asuhan, atau keluarga dalam menetapkan tujuan yang realistik.
2. Tetapkan kriteria hasil yang diinginkan klien, pemberi asuhan, atau keluarga.
a. Klien tetap aman dan bebas dari cedera.
b. Klien menunjukkan berkurangnya tingkat ansietas.
c. Klien tetap berorientasi sesuai kemampuan. Bila orientasi tidak mungkin, klien merasa divalidasi dan diterima.
d. Klien mempertahankan kemampuan yang ada untuk melakukan aktivitas sehari-hari dengan petunjuk seperlunya.
e. Klien mempertahan kan nutrisi dan cairan yang adekuat.
f. Klien tidak menyakiti diri sendiri dan orang lain.
g. Klien mengikuti aktivitas dan istirahat rutin yang telah dijadwalkan.
h. Klien mengalami reaksi katastropik minimum.
i. Pemberi asuhan dan keluarga mengidentifikasi danm menggunakan system pendukung yang ada.
j. Pemberi asuhan melakukan berbagai tindakan untuk mencegah beban yang berlebihan.
k. Pemberi asuhan mengungkapkan keyakinannya secara verbal dalam hal kemampuan memberikan asuhan bagi klien.


E. Implementasi

1. Jaga keselamatan.
a. Lakukan tindakan kedaruratan sesuai kebutuhan ( misal, untuk aspirasi, cedera, kejang).
b. Antisipasi bahaya lingkungan dan singkirkan benda-benda yang beresiko membahayakan; jaga agar lingkungan sekitar bebas dari benda-benda yang berserakan.
c. Minimalkan resiko masalah kardiovaskular ( misal anemia, hipertensi, angina) dengan diet yang tepat, medikasi, latihan fisik dan istirahat.
d. Pantau obat-obatan dan interaksi obat, pastikan dosis yang aman untuk pasien lansia. Beri perhatian khusus terhadap obat-obatan yang bersifat antikolinergik.
2. Berespon terhadap defisit kognitif.
a. Panggil klien dengan namanya dan perkenalkan diri anda. Gunakan pesan yang singkat dan jelas. Berikan instruksi satu persatu.
b. Bantu memori klien dengan kalender, papan orientasi, pengingat musiman, tanda-tanda dan label sesuai kebutuhan.
c. Hindari tuntutan yang menimbulkan stres, dan batasi tugas klien dalam mengambil keputusan.
d. Tawarkan aktivitas yang sesuai dengan kemampuan klien.
e. Hindari atau batasi situasi yang memalukan secara sosial; dukung dan jaga martabat klien.
f. Jangan memperkuat atau menyetujui halusinasi, ilusi atau waham. Berespon dan berfokus pada persaan klien.
g. Gunakan tekhnik mengingat untuk mendorong klien menggunakan ingatan yang lebih utuh. Dorong klien untuk mmembicarakan kejadian-kejadian masa lalu; gunakan kaset perekam untuk merekamnya dan memainkan kembali rekaman tersebut. Foto keluarga untuk menstimulasi ingatan.
h. Gunakan terapi validasi bila klien tidak lagi berespon terhadap tekhnik-tekhnik orientasi realitas.
3. Pertahankan tingkat fungsional klien untuk melakukanaktivitas sehari-hari.
a. Tingkatkan keseimbangan antara istirahat dan aktivitas.
b. Bantu klien untuk berswadaya; gunakan petunjuk dan penguatan yang positif.
c. Bantu klien degan toileting pada jadwal yang terstruktur; gunakan celana sekali pakai sesuai kebutuhan untuk menjaga martabat klien.
d. Pertahankan diet yang seimbang dan pastikan asupan cairan yang adekuat. Tawarkan makanan yang dapat dipegang bila klien kesulitan menggunakan alat-alat makan.
4. Hindari dan minimalkan reaksi katastropik
a. Pertahankan konsistensi struktur dan rutinitas.
b. Kurangi stimulus lingkungan bila klien cemas.
c. Jangan melakukan pendekatan terlalu cepat atau menyentuh bila klien mengalami iritabilitas, agitasi, atau curiga.
d. Bila klien teragitasi, tetap bersama klien dan pertahankan sikap yang tenang dan mendukung.
e. Gunakan lampu malam dan interaksi yang tenang untuk mengurangi fenomena sundown.
f. Beri penyuluhan pada pemberi asuhan dan keluarga.

F. Evaluasi hasil

1. Klien menunjukkan berkurangnya ansietas dan bertambahnya rasa aman dalam lingkungan yang terstruktur. Klien mempertahankan tingkat orientasi yang maksimal sesuai kemampuannya.
2. Klien mempertahankan kemampuannya melakukan aktivitas sehari-hari dalam lingkungan yang terstruktur.
3. Klien menahan diri dari ekspresi perilaku yang tidak disadari.
4. Anggota keluarga menggunakan semua pelayanan dan bantuan dan sumber masyarakat yang tersedia.

DAFTAR PUSTAKA
Kaplan dan Sadock. 1997. Sinopsis psikistri. Jakarta: Bina rupa aksara.
Isaacs, Ann. 2004. Keperawatan kesehatan jiwadan psikiatrik. Jakarta: EGC.
Hudak, Carolyn M. 1997. Keparawatan kritis : pendekatan holistic. Jakarta: EGC

Tidak ada komentar: