ANALISIS
BIVARIAT
By. Ns. Franly Onibala, S.Kep.
(Mahasiswa Pasca Sarjana IKM Unsrat Manado)
A.
Definisi Variabel
Variabel adalah faktor atau komponen yang
berhubungan satu sama lain dan telah diinventarisasi lebih dulu dalam variabel
penelitian. Variabel tersebut dapat bersifat variabel independent (bebas) atau
variabel dependent (terikat) serta dapat berupa variabel lain yang ikut
mempengaruhi hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat, seperti
variabel penghubung, variabel pra-kondisi, dan pendahulu (Chandra, 2008).
Variabel independent (bebas) merupakan
variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependent
(terikat), disebut juga variabel bebas artinya bebas dalam mempengaruhi
variabel lain, variabel ini juga mempunyai nama lain seperti variabel
predictor, risiko, atau kausa. Variabel dependent merupakan variabel yang
dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas. Variabel ini tergantung
dari variabel bebas terhadap perubahan, variabel ini juga dikenal dengan
istilah variabel efek, hasil, outcome,
atau event. (Hidayat, 2011).
B.
Definisi Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk membuktikan
hipotesis penelitian antara variabel independent dan variabel dependent. Variabel
independent (variabel bebas/resiko/sebab)
merupakan variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat
(Hidayat, 2011). Variabel Dependent Variabel dependent (variabel terikat/akibat/efek) adalah variabel yang dipengaruhi atau
menjadi akibat karena variabel bebas (Hidayat, 2011). Pada studi kesehatan,
khususnya studi epidemiologi hubungan antara faktor resiko (independent) dan
kejadian penyakit (dependent) perlu diketahui karena merupakan kunci dalam
memutus rantai penularan penyakit (Chandra, 2008). Menurut Chandra (2008) hubungan kausalitas antara
faktor risiko (exposure/independent) dan kejadian penyakit (outcome/dependent)
dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1.
Artifactual
Hubungan palsu antara faktor eksposure dan kejadian
(penyakit) yang disebabkan oleh faktor kebetulan (by chance) atau karena bias
pada desain studi.
2.
Asosiasi tidak langsung
(indirect association)
Hubungan tidak langsung antara faktor resiko dan
kejadian penyakit, seperti penyakit anemia disebabkan oleh infestasi cacing
tambang atau ankylostomiasis.
3.
Asosiasi kausal
Hubungan lansung atau kausal antara faktor resiko
dan kejadian penyakit, misalnya hubungan antara faktor merokok dan penyakit
kanker paru.
C.
Symbol Variabel
Symbol
variabel biasanya adalah huruf X atau Y. Huruf X dipakai untuk variabel
independent dan huruf Y dipakai untuk variabel dependent. Jika terdiri satu variabel
disebut monovariat atau univariat, dua variabel disebut bivariat, sedangkan
jika lebih dari dua variabel disebut multivariate. Contoh judul penelitian
bivariat : “Hubungan Status nutrisi dengan Perkembangan Motorik”. Status
nutrisi sebagai variabel X (independent) dan perkembangan motorik sebagai
variabel Y (dependent) (Wasis, 2008).
D.
Statistik Analitis Bivariat
Dibawah ini
adalah tabel untuk menentukan uji hipotesis bivariat
Masalah skala pengukuran
|
Jenis Hipotesis (asosiasi)
|
|||||
Komparatif
|
Korelatif
|
|||||
Tidak berpasangan
|
Berpasangan
|
|||||
Numerik
|
Jumlah Kelompok
|
Jumlah Kelompok
|
Pearson*
|
|||
2 kelompok
|
>2 kelompok
|
2 kelompok
|
>2 kelompok
|
|||
Uji t tidak berpasangan
|
One way ANOVA
|
Uji t berpasangan
|
Repeated ANOVA
|
|||
Kategorik (Ordinal)
|
Mann Whitney
|
Kruskal-Wallis
|
Wilcoxon
|
Friedman
|
Spearman Somers'd Gamma
|
|
Kategorik
(Nominal/Ordinal)
|
Chi-Square, Fisher, Kolmogorov-Smirnov (tabel B x K)
|
McNemar, Cochran, Marginal Homogeneity, Wilcoxon, Friedman
(prinsip P x K)
|
Koofisien kontingensi Lambda
|
Keterangan :
1.
Uji dengan tanda
* merupakan uji parametrik
2.
Tanda panah
kebawah menunjukkan uji alternative jika syarat uji parametric tidak terpenuhi
3.
Untuk hipotesis
komparatif numeric, perlu diperhatikan banyaknya kelompok
4.
Untuk hipotesis
komparatif kategorik tidak berpasangan, pemilihan uji menggunakan “tabel B x
K”.
5.
Untuk hipotesis
komparatif kategorik berpasangan, pemilihan uji menggunakan “prinsip P x K”.
Dengan demikian kita dapat menentukan
uji hipotesis bivariat dengan melihat tabel diatas dengan syarat kita harus
memahami langkah-langkah berikut dengan seksama :
1.
Skala
pengukuran: apakah kategorik atau numerik?
2.
Jenis hipotesis:
apakah komparatif atau korelatif?
3.
Masalah skala
pengukuran: apakah kategorik atau numerik?
4.
Pasangan: apakah
berpasangan atau tidak berpasangan?
5.
Jumlah kelompok
: apakah 2 kelompok atau lebih (>) dari 2 kelompok?
6.
Syarat uji :
apakah uji parametric atau non parametric?
7.
Prinsip tabel B
x K dan P x K.
Berikut adalah pembahasan ketujuh
langkah diatas dengan rinci :
1.
Skala pengukuran
variabel
Ini merupakan langkah awal untuk sebuah uji
hipotesis. Maksud dari menentukan skala pengukuran variabel adalah apakah skala
variabel yang ada termasuk kategorik
(nominal-ordinal) atau numeric (rasio-interval) (Dahlan,
2009). Terdapat empat skala pengukuran, yaitu skala nominal, skala ordinal,
skala interval dan skala rasio disingkat NOIR (Wasis, 2008). Pada tabel dibawah
ini akan disajikan skala pengukuran variabel.
Skala
Pengukuran
|
|
Kategorik
/ Kualitatif
|
Numerik
/ Non Kategorik / Kuantitatif
|
Nominal
Contoh
:
-
Jenis kelamin (Laki-laki,
perempuan)
-
Suku bangsa (Jawa, Sunda,
Minahasa, Batak, Dayak, dll)
-
Agama (Kristen, Katolik, Islam,
Hindu, Budha, Konghucu)
-
Golongan darah (A, B, AB, O)
-
Warna kulit (Hitam, Putih,
Kuning, Sawo Matang)
-
Jenis pekerjaan (Tani, Nelayan,
PNS, TNI, Polri)
Ordinal
Contoh
:
-
Tingkat pendidikan (Pendidikan
rendah, menengah, tinggi)
-
Klasifikasi kadar kolesterol
(Rendah, Nornal, Tinggi)
-
Tingkat kepuasan (Sangat puas,
puas, cukup puas, sangat tidak puas)
-
Motivasi belajar (Tinggi,
sedang, rendah)
-
Tingkat nyeri (Sangat nyeri,
Nyeri, Cukup Nyeri, Tidak Nyeri)
-
Tingkat kecemasan (Panik,
Berat, Sedang, Ringan)
|
Interval
Contoh
:
-
Suhu tubuh (35o C,
36o C, 37o C)
-
Skor prestasi belajar mahasiswa
(70, 80, 90)
-
Nilai gula darah puasa (110
g/dl, 115 g/dl, 120 g/dl)
Rasio
Contoh :
-
Tinggi badan (50 cm, 100 cm,
150 cm)
-
Berat badan (75 kg, 100 kg, 125
kg)
-
Panjang meja (50 cm, 100 cm,
150 cm)
|
(Sumber : dari berbagai sumber dan dimodifikasi)
Berikut ini penjelasan dari masing-masing skala
pengukuran :
Skala Nominal
Merupakan skala yang paling sederhana yang disusun
sebagai pembeda atau menurut jenis kategori. Skala ini ditetapkan berdasarkan
penggolongan dan bersifat diskrit (saling pilah), hanya mengkategorikan objek
atau individu. Skala ini bersifat sederajat, kedudukan yang satu sama dengan
yang lain atau tingkatannya sama (contoh tabel diatas).
Skala Ordinal
Data statistic yang disusun berdasarkan urutan
kedudukan (peringkat), berjenjang atau bertingkat. Kita akan mengetahui mana
yang lebih rendah/sedikit atau yang lebih tinggi/banyak. Dalam skala ini belum
diketahui berapa besar perbedaan nilai-nilai yang ada.
Skala Interval
Skala yang menunjukkan jarak antara satu data dengan
data lainnya yang memiliki bobot yang sama, yang tidak mempunyai nilai nol
mutlak seperti temperature (lihat contoh tabel diatas)
Skala Rasio
Skala ini merupakan tingkat pengukuran skala
tertinggi. Skala rasio mempunyai nilai nol mutlak (absolute), juga mempunyai
kelebihan dan nilai yang paling cermat dari ketiga jenis skala yang lainnya.
Selain keempat skala pengukuran terdapat skala
pengukuran dalam sikap yang dikembangkan dari skala interval, diantaranya :
a.
Skala Likert
Skala ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat,
persepsi seseorang tentang gejala atau masalah yang ada atau dialaminya.
Pernyataan Positif
|
|
|
Nilai
|
|
|
|
|
Nilai
|
Sangat setuju
|
:
|
SS
|
4
|
|
Sangat setuju
|
:
|
SS
|
1
|
Setuju
|
:
|
S
|
3
|
|
Setuju
|
:
|
S
|
2
|
Tidak setuju
|
:
|
TS
|
2
|
|
Tidak setuju
|
:
|
TS
|
3
|
Sangat tidak setujuh
|
:
|
STS
|
1
|
|
Sangat tidak setujuh
|
:
|
STS
|
4
|
Pernyataan Positif
|
|
|
Nilai
|
|
|
|
|
Nilai
|
Sangat penting
|
:
|
SP
|
4
|
|
Sangat penting
|
:
|
SP
|
1
|
Penting
|
:
|
P
|
3
|
|
Penting
|
:
|
P
|
2
|
Tidak penting
|
:
|
TP
|
2
|
|
Tidak penting
|
:
|
TP
|
3
|
Sangat tidak penting
|
:
|
STP
|
1
|
|
Sangat tidak penting
|
:
|
STP
|
4
|
Pernyataan Positif
|
|
|
Nilai
|
|
|
|
|
Nilai
|
Sangat puas
|
:
|
SP
|
4
|
|
Sangat puas
|
:
|
SP
|
1
|
Puas
|
:
|
P
|
3
|
|
Puas
|
:
|
P
|
2
|
Tidak puas
|
:
|
TP
|
2
|
|
Tidak puas
|
:
|
TP
|
3
|
Sangat tidak puas
|
:
|
STP
|
1
|
|
Sangat tidak puas
|
:
|
STP
|
4
|
Cara lain untuk interpretasi yaitu :
Angka : 0-25 % : Sangat tidak setuju (sangat tidak
baik)
Angka : 26-50 % : Tidak setuju (tidak baik)
Angka : 51-75 % : Setuju (baik)
Angka : 76-100 % : Sangat setuju (sangat baik)
b.
Skala Guttman
Skala ini bersifat tegas dan konsisten dengan
memberikan jawaban yang tegas seperti jawaban dari pertanyaan/pernyataan: ya
dan tidak, positif dan negative, setuju dan tidak setuju, benar dan salah. Skala
ini dibuat seperti checklist dengan
interpretasi penilaian, apabila skor benar nilainya 1 dan apabila salah
nilainya 0 dan analisisnya dapat dilakukan seperti skala Likert. Contoh :
Pernyataan
|
Ya
|
Tidak
|
Apakah saudara memberikan ASI ekslusif
dilakukan pada usia 0-6 bulan
|
|
|
c.
Skala
Diferensial Semantic
Disebut juga skala perbedaan semantic yang berisi pernyataan sikap seseorang, yang memberikan
jawaban rentang dari positif ke negative.
Contoh:
Beri nilai sikap bidan dalam
komunikasi selama menolong persalinan anda.
1.
Sopan 5 4 3 2 1 Tidak
sopan
2.
Ramah 5 4 3 2 1 Tidak
ramah
3.
Terbuka 5 4 3 2 1 Tertutup
4.
Menghargai 5 4 3 2 1 Tidak
menghargai
|
d.
Rating Scale
Merupakan skala sikap yang memberikan pernyataan
dengan jawaban yang berupa angka yang telah disediakan, yang hampir sama dengan
skala Likert akan tetapi tersedia jawaban berupa interval angka.
Contoh :
Pernyataan
|
STS
|
TS
|
S
|
SS
|
Apakah saudara memberikan ASI ekslusif
dilakukan pada usia 0-6 bulan
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
e.
Skala Thrustone
Merupakan skala yang memberikan sejumlah pernyataan
pada responden. Responden diminta untuk memilih sebagian dari pernyataan,
kemudian dihitung oleh peneliti sesuai dengan nilai yang telah ditetapkan.
2.
Jenis hipotesis
Uji hipotesis adalah metode untuk mengetahui
hubungan (association) antara
variabel yang bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu secara komparatif (comparation) dan korelatif (correlation). Hal itulah yang mendasari
pembagian uji hipotesis menjadi hipotesis komparatif dan hipotesis korelatif.
Untuk menunjukkan bahwa metode yang dipakai untuk
mencari hubungan antar variabel adalah metode komparatif, maka digunakan kata hubungan atau perbandingan. Sedangkan untuk menunjukkan bahwa metode yang
digunakan untuk mencari hubungan antar variabel adalah metode korelatif, maka
digunakan kata korelasi.
Perbedaan hipotesis komparatif dan korelatif adalah
pada output yang ingin diperoleh. Bila peneliti ingin mengetahui asosiasi itu dengan
parameter koofisien korelasi (r), maka gunakanlah hipotesis korelatif. Namun
apabila parameter yang diinginkan bukan koofisien korelasi tetapi ‘parameter
yang lain’, maka gunakanlah hipotesis komparatif.
3.
Masalah skala
pengukuran numeric atau kategorik
Berikut adalah panduan untuk mengelompokkan masalah
skala pengukuran :
a.
Untuk hipotesis
komparatif :
-
Masalah skala
kategorik adalah bila variabel yang dicari asosiasinya adalah variabel
kategorik dengan variabel kategorik.
-
Masalah skala
numerik adalah bila variabel yang dicari asosiasinya adalah variabel kategorik
dengan variabel numerik.
b.
Untuk hipotesis
korelatif :
-
Masalah skala
kategorik adalah bila salah satu variabel yang dicari asosiasinya adalah
variabel kategorik.
-
Masalah skala
numerik adalah bila variabel yang dicari asosiasinya adalah variabel numerik
dengan variabel numerik.
4.
Pasangan dan
Jumlah Kelompok
Dua atau lebih kelompok data dikatakan berpasangan
apabila data tersebut dari individu yang sama baik karena pengukuran berulang,
proses matching atau karena desain crossover. Dua atau lebih kelompok data
dikatakan tidak berpasangan apabila data berasal dari subjek yang berbeda tanpa
prosedur matching.
5.
Syarat uji
parametric dan nonparametric
a.
Uji parametric
Terdapat
tiga syarat yang perlu diperhatikan, yaitu skala pengukuran variabel,
distribusi data, dan varians data.
-
Masalah skala
pengukuran variabel : harus variabel numeric
-
Distribusi data
: harus normal
-
Varians data :
ü Kesamaan varians tidak menjadi syarat untuk uji
kelompok yang berpasangan.
ü Kesamaan varians adalah syarat tidak mutlak untuk 2
kelompok tidak berpasangan, artinya varians data boleh sama, boleh juga
berbeda.
ü Kesamaan varians adalah syarat mutlak untuk > 2
kelompok tidak berpasangan artinya varians data harus/wajib sama.
b.
Uji
nonparametric
Uji
ini digunakan untuk keadaan sebagai berikut :
-
Jika masalah
skala pengukuran variabel adalah kategorik (ordinal dan nominal)
-
Jika data dengan
masalah skala pengukuran numeric tetapi tidak memenuhi syarat untuk uji
parametric (missal distribusi data tidak normal), maka dilakukan uji
nonparametric yang merupakan alternative dari uji parametriknya.
ü Alternative uji t berpasangan adalah uji Wilcoxon
ü Alternative uji t tidak berpasangan adalah uji
Mann-Whitney
ü Alternative uji repeated
ANOVA adalah uji Friedman
ü Alternative uji one
way ANOVA adalah uji
Kruskal-Wallis
Tabel Metode untuk mengetahui suatu set data
memiliki distribusi normal atau tidak
Metode
|
Parameter
|
Kriteria sebaran data dikatakan
normal
|
Keterangan
|
Deskriptif
|
Koofisien
varian
|
Nilai
koofisien varians < 30%
|
S D x 100%
Mean
|
Rasio
skewness
|
Nilai rasio
skewness -2 s/d 2
|
Skewness
SE Skewness
|
|
Rasio
kurtosis
|
Nilai
rasio kurtosis -2 s/d 2
|
Kurtosis
SE
Kurtosis
|
|
Histogram
|
Simetris
tidak miring kiri atau kanan, tidak terlalu tinggi atau rendah
|
|
|
Box
plot
|
Simetris
media tepat ditengah, tidak ada outlier atau nilai ekstrim
|
|
|
Normal Q-Q
plots
|
Data
menyebar sekitar garis
|
|
|
Detrended
Q-Q plots
|
Data
menyebar sekitar garis pada nilai 0
|
|
|
Analitik
|
Kolmogorov-Smirnov
|
Nilai kemaknaan
(p) > 0,05
|
Untuk sampel
besar (> 50)
|
Shapiro-Wilk
|
Nilai
kemaknaan (p) > 0,05
|
Untuk
sampel kecil (≤ 50)
|
Untuk mengetahui dua buah data atau lebih mempunyai
varians yang sama atau tidak menggunakan uji varians (Levene’s test). Jika uji varians menghasilkan nilai p > 0,05,
maka varians dari data yang diuji adalah sama.
6.
Tabel B x K dan
prinsip P x K
Dijelaskan bahwa tabel B x K digunakan untuk
hipotesis komparatif kategorik tidak berpasangan sedang P x K untuk hipotesis
komparatif kategorik berpasangan.
a.
Tabel B x K
B
adalah singkatan dari Baris dan K adalah
singkatan dari Kolom. Pada baris (B) umumnya diletakkan variabel
independen/bebas, sedangkan pada kolom (K) diletakkan variabel
dependen/terikat. Jenis tabel ditentukan oleh jumlah baris dan kolomnya. Jika
jumlah baris ada 3 dan kolom 3, maka tabel tersebut disebut tabel 3x3.
b.
Prinsip P x K
P adalah
singkatan dari pengulangan dan K dari kategori. Jenis prinsip P x K ditentukan
oleh jumlah pengulangan dan kategori. Jika jumlah pengulangan ada 2 dan
kategori ada 2, maka prinsip tersebut disebut 2 x 2.
Tabel Cotoh prinsip 2 x 2
|
|
Pengetahuan
sesudah penyuluhan
|
|
|
|
|
Baik
|
Buruk
|
|
Pengetahuan sebelum penyuluhan
|
Baik
|
a
|
b
|
a + b
|
Buruk
|
c
|
d
|
c + d
|
|
|
|
a + c
|
b + d
|
N
|
UJI T (UJI BEDA DUA MEAN)
Uji beda
dua mean dibagi dalam dua kelompok :
1. Uji T Independen (uji beda mean
independen/tidak berpasangan)
2. Uji T dependen (uji beda mean
dependen/pasangan)
Uji
T tidak berpasangan
Langkah/syaratnya sebagai berikut :
a. Data harus berdistribusi normal/simetris
(wajib),
b. Kedua kelompok data independen
c. Varians data boleh sama, boleh juga tidak
d. Variabel berbentuk numeric dan kategorik
e. Jika data berdistribusi normal, maka dipakai
uji t tidak berpasangan
f. Jika data tidak berdistribusi normal,
dilakukan terlebih dahulu transformasi data
g. Jika data setelah ditransformasi menjadi
normal, maka dipakai uji t tidak berpasangan
h. Jika data setelah ditransformasi tetap tidak
normal, maka dipakai uji alternative uji Mann-Whitney
Uji T berpasangan
Langkah/syaratnya sebagai berikut :
a. Data harus berdistribusi normal/simetris
(wajib),
b. Kedua kelompok data dependen/pair
c. Varians data tidak perlu diuji karena kelompok
data berpasangan/pair
d. Variabel berbentuk numeric dan kategorik (dua
kelompok)
e. Jika data berdistribusi normal maka dipilih
uji t berpasangan
f. Jika data tidak berdistribusi normal,
dilakukan terlebih dahulu transformasi data
g. Jika data setelah ditransformasi distribusinya
menjadi normal, maka dipakai uji t berpasangan
h. Jika data setelah ditransformasi distribusinya
tetap tidak normal, maka dipakai uji alternative uji Wilcoxon
UJI MANN-WHITNEY
Langkah/syaratnya sebagai berikut :
a. Data harus berdistribusi normal/simetris
(wajib),
b. Kedua kelompok data independen
c. Varians data boleh sama, boleh juga tidak
d. Jika data berdistribusi normal, maka dipakai
uji t tidak berpasangan
e. Jika data tidak berdistribusi normal,
dilakukan terlebih dahulu transformasi data
f. Jika data setelah ditransformasi menjadi
normal, maka dipakai uji t tidak berpasangan
g. Jika data setelah ditransformasi tetap tidak
normal, maka dipakai uji Mann-Whitney
UJI WILCOXON
Langkah/syaratnya sebagai berikut :
a. Data harus berdistribusi normal/simetris
(wajib),
b. Kedua kelompok data dependen/pair
c. Varians data tidak perlu diuji karena kelompok
data berpasangan/pair
d. Variabel berbentuk numeric dan kategorik (dua
kelompok)
e. Jika data berdistribusi normal maka dipilih
uji t berpasangan
f. Jika data tidak berdistribusi normal,
dilakukan terlebih dahulu transformasi data
g. Jika data setelah ditransformasi distribusinya
menjadi normal, maka dipakai uji t berpasangan
h. Jika data setelah ditransformasi distribusinya
tetap tidak normal, maka dipakai uji alternative uji Wilcoxon
UJI ONE WAY ANOVA
Langkah/syaratnya sebagai berikut :
a. Data harus berdistribusi normal/simetris
(wajib),
b. Varians data harus sama (wajib)
c. Masalah skala variabel numeric
d. Kelompok tidak berpasangan
e. Jumlah kelompok > 2
f. Jika memenuhi syarat diatas maka dipilih uji
one way ANOVA
g. Jika data tidak berdistribusi normal, varians
tidak sama maka dilakukan terlebih dahulu transformasi data
h. Jika variabel hasil transformasi tidak
berdistribusi normal dan varians tetap tidak sama, maka dipakai uji alternative
uji Kruskal-Wallis
i.
Jika
pada uji ANOVA atau Kruskal-Wallis menghasilkan nilai p < 0,05, maka
dilanjutkan dengan melakukan analisis Post Hoc.
UJI KRUSKAL-WALLIS
Langkah/syaratnya sebagai berikut :
a. Data harus berdistribusi normal/simetris
(wajib),
b. Varians data harus sama (wajib)
c. Masalah skala variabel numeric
d. Kelompok tidak berpasangan
e. Jumlah kelompok > 2
f. Jika memenuhi syarat diatas maka dipilih uji
one way ANOVA
g. Jika data tidak berdistribusi normal, varians
tidak sama maka dilakukan terlebih dahulu transformasi data
h. Jika variabel hasil transformasi tidak
berdistribusi normal dan varians tetap tidak sama, maka dipakai uji alternative
uji Kruskal-Wallis
i.
Jika
pada uji ANOVA atau Kruskal-Wallis menghasilkan nilai p < 0,05, maka
dilanjutkan dengan melakukan analisis Post Hoc (Uji Mann-Whitney)
UJI REPEATED ANOVA
Langkah/syaratnya sebagai berikut :
a. Data harus berdistribusi normal/simetris
(wajib),
b. Masalah skala variabel numeric
c. Kelompok berpasangan
d. Jumlah kelompok > 2
e. Jika memenuhi syarat diatas maka dipilih uji repeated
ANOVA
f. Jika data tidak berdistribusi normal, maka
dilakukan terlebih dahulu transformasi data
g. Jika variabel hasil transformasi berdistribusi
normal, maka dipakai uji repeated ANOVA
h. Jika variabel hasil transformasi tidak
berdistribusi normal, maka dipakai uji alternative Friedman.
i.
Jika
pada uji repeated ANOVA atau uji Friedman menghasilkan nilai p < 0,05, maka
dilanjutkan dengan melakukan analisis Post Hoc .
UJI FRIEDMAN
Langkah/syaratnya sebagai berikut :
a. Data harus berdistribusi normal/simetris
(wajib),
b. Varians tidak menjadi syarat karena
berpasangan
c. Masalah skala variabel numeric
d. Kelompok berpasangan
e. Jumlah kelompok > 2
f. Jika memenuhi syarat diatas maka dipilih uji
repeated ANOVA
g. Jika data tidak berdistribusi normal, maka
dilakukan terlebih dahulu transformasi data
h. Jika variabel hasil transformasi berdistribusi
normal, maka dipakai uji repeated ANOVA
i.
Jika
variabel hasil transformasi tidak berdistribusi normal, maka dipakai uji
alternative Friedman.
j.
Jika
pada uji repeated ANOVA atau uji Friedman menghasilkan nilai p < 0,05, maka
dilanjutkan dengan melakukan analisis Post Hoc (Uji Wilcoxon) .
UJI CHI SQUARE (X2)
Langkah/syaratnya sebagai berikut :
a. Skala pengukuran : kategorik – kategorik
b. Masalah skala : kategorik
c. Kelompok tidak berpasangan
d. Jenis tabel : 2 x 2 (B x K)
e. Sel yang mempunyai nilai harapan (expected)
kurang dari 5 (maksimal 20 % dari jumlah sel)
f. Bila pada tabel 2 x 2 dijumpai nilai harapan
kurang dari 5, maka yang digunakan adalah uji Fisher’s Exact Test
g. Bila tabel 2 x 2 dan tidak ada nilai harapan
kurang dari 5 maka uji yang dipakai
sebaiknya Continuity Correction (a)
h. Bila tabelnya lebih dari 2 x 2, missal 3 x 2,
3 x 3, dsb, maka digunakan uji Pearson Chi Square
E.
Istilah – istilah Penting dalam Biostatistik
1. Odds ratio (OR) : membandingkan derajat hubungan
(Odds) pada kelompok ter-ekspose dengan Odds kelompok tidak terekspose. OR
biasanya digunakan untuk desain kasus control atau cross sectional (potong
lintang).
2. Risiko
Relatif (RR) : membandingkan risiko pada kelompok terekspose dengan kelompok
tidak terekspose.
3. Hipotesis : Hipotesis berasal dari kata hup dan
thesis. Hupo artinya sementara dan thesis artinya pernyataan/teori. Dengan
demikian hipotesis adalah pernyataan yang perlu diuji kebenarannya.
4. Hipotesis Null (Ho) : Hipotesis yang menyatakan
tidak ada perbedaan/tidak ada hubungan sesuatu kejadian antara kedua kelompok.
5. Hipotesis Alternatif (Ha) : yang menyatakan ada
perbedaan/hubungan sesuatu kejadian antara kedua kelompok.
6. Tingkat Kemaknaan (Level of Significance) :
merupakan kesalahan tipe I suatu uji yang biasanya diberi notasi α. Merupakan
nilai yang menunjukkan besarnya peluang salah dalam menolak hipotesis nol.
Penentuan nilai α tergantung dari tujuan penelitian. Nilai α yang sering
digunakan adalah 10%, 5% atau 1%. Untuk bidang kesehatan biasanya digunakan
nilai α sebesar 5%. Sedangkan untuk pengujian obat-obatan dipakai nilai α 1%.
7. Nilai P (p value) merupakan nilai yang
menunjukkan besarnya peluang salah menolak Ho dari data penelitian. Nilai P
dapat diartikan juga sebagai nilai besarnya peluang hasil penelitian.
8. Koofisien Determinasi (R2) dipakai
untuk analisis regresi. Ini berguna untuk mengetahui seberapa besar variasi
variabel dependen (Y) dapat dijelaskan oleh variabel independen (X). Semakin
besar nilai R2 semakin baik/semakin tepat variabel independen memprediksi variabel
dependen.
9.
Populasi dan
Sampel
Populasi adalah seluruh subjek atau objek
dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti. Populasi dapat dibedakan
menjadi dua kategori, yaitu populasi target yang merupakan seluruh unit
populasi; dan populasi survei,
yaitu sub unit dari populasi target (Setiadi, 2007). Sampel merupakan bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan
cara tertentu hingga dianggap dapat mewakili populasinya (Sastroasmoro &
Ismael, 2010)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2005). Prosedur
penelitian: Suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Chandra
Budiman. (2008). Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta : EGC.
Dahlan, M. S. (2006). Besar
sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Arkans
Dahlan, M. S. (2009). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika
Hastono S.P. (2006). Analisis Univariat Analisis Bivariat. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Hidayat, A. A. A. (2007).
Riset keperawatan dan teknis penulisan ilmiah. Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, A. A. A. (2011). Metode Penelitian Kebidanan & Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.
Lemeshow, S., Hosmer, D.
W., Klar, J., & Lwanga, S. K. (1997). Besar
sampel dalam penelitiankesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Sastroasmoro, S., & Ismael, S. (2010). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Sagung Seto.
Setiadi (2007). Konsep dan penulisan riset keperawatan.
Yogyakarta: Graha ilmu.
Wasis (2008). Pedoman Riset Praktis. Jakarta : EGC.