Selasa, 25 November 2014

Analisis Bivariat



ANALISIS BIVARIAT
By. Ns. Franly Onibala, S.Kep.
(Mahasiswa Pasca Sarjana IKM Unsrat Manado)
A.    Definisi Variabel
Variabel adalah faktor atau komponen yang berhubungan satu sama lain dan telah diinventarisasi lebih dulu dalam variabel penelitian. Variabel tersebut dapat bersifat variabel independent (bebas) atau variabel dependent (terikat) serta dapat berupa variabel lain yang ikut mempengaruhi hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat, seperti variabel penghubung, variabel pra-kondisi, dan pendahulu (Chandra, 2008).
      Variabel independent (bebas) merupakan variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependent (terikat), disebut juga variabel bebas artinya bebas dalam mempengaruhi variabel lain, variabel ini juga mempunyai nama lain seperti variabel predictor, risiko, atau kausa. Variabel dependent merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas. Variabel ini tergantung dari variabel bebas terhadap perubahan, variabel ini juga dikenal dengan istilah variabel efek, hasil, outcome, atau event. (Hidayat, 2011).
B.     Definisi Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk membuktikan hipotesis penelitian antara variabel independent dan variabel dependent. Variabel independent (variabel bebas/resiko/sebab) merupakan variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat (Hidayat, 2011). Variabel Dependent Variabel dependent (variabel terikat/akibat/efek) adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas (Hidayat, 2011). Pada studi kesehatan, khususnya studi epidemiologi hubungan antara faktor resiko (independent) dan kejadian penyakit (dependent) perlu diketahui karena merupakan kunci dalam memutus rantai penularan penyakit (Chandra, 2008). Menurut Chandra (2008) hubungan kausalitas antara faktor risiko (exposure/independent) dan kejadian penyakit (outcome/dependent) dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1.      Artifactual
Hubungan palsu antara faktor eksposure dan kejadian (penyakit) yang disebabkan oleh faktor kebetulan (by chance) atau karena bias pada desain studi.
2.      Asosiasi tidak langsung (indirect association)
Hubungan tidak langsung antara faktor resiko dan kejadian penyakit, seperti penyakit anemia disebabkan oleh infestasi cacing tambang atau ankylostomiasis.
3.      Asosiasi kausal
Hubungan lansung atau kausal antara faktor resiko dan kejadian penyakit, misalnya hubungan antara faktor merokok dan penyakit kanker paru.
C.    Symbol Variabel
Symbol variabel biasanya adalah huruf X atau Y. Huruf X dipakai untuk variabel independent dan huruf Y dipakai untuk variabel dependent. Jika terdiri satu variabel disebut monovariat atau univariat, dua variabel disebut bivariat, sedangkan jika lebih dari dua variabel disebut multivariate. Contoh judul penelitian bivariat : “Hubungan Status nutrisi dengan Perkembangan Motorik”. Status nutrisi sebagai variabel X (independent) dan perkembangan motorik sebagai variabel Y (dependent) (Wasis, 2008).
 D.    Statistik Analitis Bivariat
Dibawah ini adalah tabel untuk menentukan uji hipotesis bivariat
Masalah skala pengukuran
Jenis Hipotesis (asosiasi)

Komparatif
Korelatif

Tidak berpasangan
Berpasangan

Numerik
Jumlah Kelompok
Jumlah Kelompok



Pearson*

2 kelompok
>2 kelompok
2 kelompok
>2 kelompok

Uji t tidak berpasangan
One way ANOVA
Uji t berpasangan
Repeated ANOVA


Kategorik (Ordinal)
Mann Whitney
Kruskal-Wallis
Wilcoxon
Friedman
Spearman Somers'd Gamma


Kategorik (Nominal/Ordinal)
Chi-Square, Fisher, Kolmogorov-Smirnov (tabel B x K)
McNemar, Cochran, Marginal Homogeneity, Wilcoxon, Friedman (prinsip P x K)
Koofisien kontingensi Lambda

Keterangan :
1.      Uji dengan tanda * merupakan uji parametrik
2.      Tanda panah kebawah menunjukkan uji alternative jika syarat uji parametric tidak terpenuhi
3.      Untuk hipotesis komparatif numeric, perlu diperhatikan banyaknya kelompok
4.      Untuk hipotesis komparatif kategorik tidak berpasangan, pemilihan uji menggunakan “tabel B x K”.
5.      Untuk hipotesis komparatif kategorik berpasangan, pemilihan uji menggunakan “prinsip P x K”.
Dengan demikian kita dapat menentukan uji hipotesis bivariat dengan melihat tabel diatas dengan syarat kita harus memahami langkah-langkah berikut dengan seksama :
1.      Skala pengukuran: apakah kategorik atau numerik?
2.      Jenis hipotesis: apakah komparatif atau korelatif?
3.      Masalah skala pengukuran: apakah kategorik atau numerik?
4.      Pasangan: apakah berpasangan atau tidak berpasangan?
5.      Jumlah kelompok : apakah 2 kelompok atau lebih (>) dari 2 kelompok?
6.      Syarat uji : apakah uji parametric atau non parametric?
7.      Prinsip tabel B x K dan P x K.
Berikut adalah pembahasan ketujuh langkah diatas dengan rinci :
1.      Skala pengukuran variabel
Ini merupakan langkah awal untuk sebuah uji hipotesis. Maksud dari menentukan skala pengukuran variabel adalah apakah skala variabel yang ada termasuk kategorik (nominal-ordinal) atau numeric (rasio-interval) (Dahlan, 2009). Terdapat empat skala pengukuran, yaitu skala nominal, skala ordinal, skala interval dan skala rasio disingkat NOIR (Wasis, 2008). Pada tabel dibawah ini akan disajikan skala pengukuran variabel.
Skala Pengukuran
Kategorik / Kualitatif
Numerik / Non Kategorik / Kuantitatif
Nominal
Contoh :
-          Jenis kelamin (Laki-laki, perempuan)
-          Suku bangsa (Jawa, Sunda, Minahasa, Batak, Dayak, dll)
-          Agama (Kristen, Katolik, Islam, Hindu, Budha, Konghucu)
-          Golongan darah (A, B, AB, O)
-          Warna kulit (Hitam, Putih, Kuning, Sawo Matang)
-          Jenis pekerjaan (Tani, Nelayan, PNS, TNI, Polri)
Ordinal
Contoh :
-          Tingkat pendidikan (Pendidikan rendah, menengah, tinggi)
-          Klasifikasi kadar kolesterol (Rendah, Nornal, Tinggi)
-          Tingkat kepuasan (Sangat puas, puas, cukup puas, sangat tidak puas)
-          Motivasi belajar (Tinggi, sedang, rendah)
-          Tingkat nyeri (Sangat nyeri, Nyeri, Cukup Nyeri, Tidak Nyeri)
-          Tingkat kecemasan (Panik, Berat, Sedang, Ringan)
Interval
Contoh :
-          Suhu tubuh (35o C, 36o C, 37o C)
-          Skor prestasi belajar mahasiswa (70, 80, 90)
-          Nilai gula darah puasa (110 g/dl, 115 g/dl, 120 g/dl)



Rasio
Contoh :
-          Tinggi badan (50 cm, 100 cm, 150 cm)
-          Berat badan (75 kg, 100 kg, 125 kg)
-          Panjang meja (50 cm, 100 cm, 150 cm)
(Sumber : dari berbagai sumber dan dimodifikasi)
Berikut ini penjelasan dari masing-masing skala pengukuran :
Skala Nominal
Merupakan skala yang paling sederhana yang disusun sebagai pembeda atau menurut jenis kategori. Skala ini ditetapkan berdasarkan penggolongan dan bersifat diskrit (saling pilah), hanya mengkategorikan objek atau individu. Skala ini bersifat sederajat, kedudukan yang satu sama dengan yang lain atau tingkatannya sama (contoh tabel diatas).
Skala Ordinal
Data statistic yang disusun berdasarkan urutan kedudukan (peringkat), berjenjang atau bertingkat. Kita akan mengetahui mana yang lebih rendah/sedikit atau yang lebih tinggi/banyak. Dalam skala ini belum diketahui berapa besar perbedaan nilai-nilai yang ada.
Skala Interval
Skala yang menunjukkan jarak antara satu data dengan data lainnya yang memiliki bobot yang sama, yang tidak mempunyai nilai nol mutlak seperti temperature (lihat contoh tabel diatas)
 Skala Rasio
Skala ini merupakan tingkat pengukuran skala tertinggi. Skala rasio mempunyai nilai nol mutlak (absolute), juga mempunyai kelebihan dan nilai yang paling cermat dari ketiga jenis skala yang lainnya.
Selain keempat skala pengukuran terdapat skala pengukuran dalam sikap yang dikembangkan dari skala interval, diantaranya :
a.       Skala Likert
Skala ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang tentang gejala atau masalah yang ada atau dialaminya.
Pernyataan Positif


Nilai




Nilai
Sangat setuju
:
SS
4

Sangat setuju
:
SS
1
Setuju
:
S
3

Setuju
:
S
2
Tidak setuju
:
TS
2

Tidak setuju
:
TS
3
Sangat tidak setujuh
:
STS
1

Sangat tidak setujuh
:
STS
4
Pernyataan Positif


Nilai




Nilai
Sangat penting
:
SP
4

Sangat penting
:
SP
1
Penting
:
P
3

Penting
:
P
2
Tidak penting
:
TP
2

Tidak penting
:
TP
3
Sangat tidak penting
:
STP
1

Sangat tidak penting
:
STP
4
  
Pernyataan Positif


Nilai




Nilai
Sangat puas
:
SP
4

Sangat puas
:
SP
1
Puas
:
P
3

Puas
:
P
2
Tidak puas
:
TP
2

Tidak puas
:
TP
3
Sangat tidak puas
:
STP
1

Sangat tidak puas
:
STP
4
Cara lain untuk interpretasi yaitu :
Angka : 0-25 % : Sangat tidak setuju (sangat tidak baik)
Angka : 26-50 % : Tidak setuju (tidak baik)
Angka : 51-75 % : Setuju (baik)
Angka : 76-100 % : Sangat setuju (sangat baik)
b.      Skala Guttman
Skala ini bersifat tegas dan konsisten dengan memberikan jawaban yang tegas seperti jawaban dari pertanyaan/pernyataan: ya dan tidak, positif dan negative, setuju dan tidak setuju, benar dan salah. Skala ini dibuat seperti checklist dengan interpretasi penilaian, apabila skor benar nilainya 1 dan apabila salah nilainya 0 dan analisisnya dapat dilakukan seperti skala Likert. Contoh :
Pernyataan
Ya
Tidak
Apakah saudara memberikan ASI ekslusif dilakukan pada usia 0-6 bulan



c.       Skala Diferensial Semantic
Disebut juga skala perbedaan semantic yang berisi pernyataan sikap seseorang, yang memberikan jawaban rentang dari positif ke negative.
 Contoh:
Beri nilai sikap bidan dalam komunikasi selama menolong persalinan anda.
1.      Sopan             5            4          3          2           1      Tidak sopan
2.      Ramah           5            4          3          2           1      Tidak ramah
3.      Terbuka          5            4          3          2           1      Tertutup
4.      Menghargai    5            4          3          2           1      Tidak menghargai
 d.      Rating Scale
Merupakan skala sikap yang memberikan pernyataan dengan jawaban yang berupa angka yang telah disediakan, yang hampir sama dengan skala Likert akan tetapi tersedia jawaban berupa interval angka.
Contoh :
Pernyataan
STS
TS
S
SS
Apakah saudara memberikan ASI ekslusif dilakukan pada usia 0-6 bulan
(1)
(2)
(3)
(4)

e.       Skala Thrustone
Merupakan skala yang memberikan sejumlah pernyataan pada responden. Responden diminta untuk memilih sebagian dari pernyataan, kemudian dihitung oleh peneliti sesuai dengan nilai yang telah ditetapkan.
2.      Jenis hipotesis
Uji hipotesis adalah metode untuk mengetahui hubungan (association) antara variabel yang bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu secara komparatif (comparation) dan korelatif (correlation). Hal itulah yang mendasari pembagian uji hipotesis menjadi hipotesis komparatif dan hipotesis korelatif.
Untuk menunjukkan bahwa metode yang dipakai untuk mencari hubungan antar variabel adalah metode komparatif, maka digunakan kata hubungan atau perbandingan. Sedangkan untuk menunjukkan bahwa metode yang digunakan untuk mencari hubungan antar variabel adalah metode korelatif, maka digunakan kata korelasi.
Perbedaan hipotesis komparatif dan korelatif adalah pada output yang ingin diperoleh. Bila peneliti ingin mengetahui asosiasi itu dengan parameter koofisien korelasi (r), maka gunakanlah hipotesis korelatif. Namun apabila parameter yang diinginkan bukan koofisien korelasi tetapi ‘parameter yang lain’, maka gunakanlah hipotesis komparatif.
3.      Masalah skala pengukuran numeric atau kategorik
Berikut adalah panduan untuk mengelompokkan masalah skala pengukuran :
a.       Untuk hipotesis komparatif :
-          Masalah skala kategorik adalah bila variabel yang dicari asosiasinya adalah variabel kategorik dengan variabel kategorik.
-          Masalah skala numerik adalah bila variabel yang dicari asosiasinya adalah variabel kategorik dengan variabel numerik.
b.      Untuk hipotesis korelatif :
-          Masalah skala kategorik adalah bila salah satu variabel yang dicari asosiasinya adalah variabel kategorik.
-          Masalah skala numerik adalah bila variabel yang dicari asosiasinya adalah variabel numerik dengan variabel numerik.
4.      Pasangan dan Jumlah Kelompok
Dua atau lebih kelompok data dikatakan berpasangan apabila data tersebut dari individu yang sama baik karena pengukuran berulang, proses matching atau karena desain crossover. Dua atau lebih kelompok data dikatakan tidak berpasangan apabila data berasal dari subjek yang berbeda tanpa prosedur matching.
5.      Syarat uji parametric dan nonparametric
a.       Uji parametric
Terdapat tiga syarat yang perlu diperhatikan, yaitu skala pengukuran variabel, distribusi data, dan varians data.
-          Masalah skala pengukuran variabel : harus variabel numeric
-          Distribusi data : harus normal
-          Varians data :
ü  Kesamaan varians tidak menjadi syarat untuk uji kelompok yang berpasangan.
ü  Kesamaan varians adalah syarat tidak mutlak untuk 2 kelompok tidak berpasangan, artinya varians data boleh sama, boleh juga berbeda.
ü  Kesamaan varians adalah syarat mutlak untuk > 2 kelompok tidak berpasangan artinya varians data harus/wajib sama.
b.      Uji nonparametric
Uji ini digunakan untuk keadaan sebagai berikut :
-          Jika masalah skala pengukuran variabel adalah kategorik (ordinal dan nominal)
-          Jika data dengan masalah skala pengukuran numeric tetapi tidak memenuhi syarat untuk uji parametric (missal distribusi data tidak normal), maka dilakukan uji nonparametric yang merupakan alternative dari uji parametriknya.
ü  Alternative uji t berpasangan adalah uji Wilcoxon
ü  Alternative uji t tidak berpasangan adalah uji Mann-Whitney
ü  Alternative uji repeated ANOVA adalah uji Friedman
ü  Alternative uji one way ANOVA adalah uji Kruskal-Wallis
Tabel Metode untuk mengetahui suatu set data memiliki distribusi normal atau tidak
Metode
Parameter
Kriteria sebaran data dikatakan normal
Keterangan
Deskriptif
Koofisien varian
Nilai koofisien varians < 30%
S    D    x 100%
Mean
Rasio skewness
Nilai rasio skewness -2 s/d 2
Skewness
SE Skewness
Rasio kurtosis
Nilai rasio kurtosis -2 s/d 2
Kurtosis
SE Kurtosis
Histogram
Simetris tidak miring kiri atau kanan, tidak terlalu tinggi atau rendah

Box plot
Simetris media tepat ditengah, tidak ada outlier atau nilai ekstrim

Normal Q-Q plots
Data menyebar sekitar garis

Detrended Q-Q plots
Data menyebar sekitar garis pada nilai 0

Analitik
Kolmogorov-Smirnov
Nilai kemaknaan (p) > 0,05
Untuk sampel besar (> 50)
Shapiro-Wilk
Nilai kemaknaan (p) > 0,05
Untuk sampel kecil (≤ 50)

Untuk mengetahui dua buah data atau lebih mempunyai varians yang sama atau tidak menggunakan uji varians (Levene’s test). Jika uji varians menghasilkan nilai p > 0,05, maka varians dari data yang diuji adalah sama.
6.      Tabel B x K dan prinsip P x K
Dijelaskan bahwa tabel B x K digunakan untuk hipotesis komparatif kategorik tidak berpasangan sedang P x K untuk hipotesis komparatif kategorik berpasangan.

a.       Tabel B x K
B adalah singkatan dari Baris dan  K adalah singkatan dari Kolom. Pada baris (B) umumnya diletakkan variabel independen/bebas, sedangkan pada kolom (K) diletakkan variabel dependen/terikat. Jenis tabel ditentukan oleh jumlah baris dan kolomnya. Jika jumlah baris ada 3 dan kolom 3, maka tabel tersebut disebut tabel 3x3.
b.      Prinsip P x K
P adalah singkatan dari pengulangan dan K dari kategori. Jenis prinsip P x K ditentukan oleh jumlah pengulangan dan kategori. Jika jumlah pengulangan ada 2 dan kategori ada 2, maka prinsip tersebut disebut 2 x 2.
Tabel Cotoh prinsip 2 x 2


Pengetahuan sesudah penyuluhan



Baik
Buruk

Pengetahuan sebelum penyuluhan
Baik
a
b
a + b
Buruk
c
d
c + d


a + c
b + d
N

 UJI T (UJI BEDA DUA MEAN)
Uji beda dua mean dibagi dalam dua kelompok :
1.      Uji T Independen (uji beda mean independen/tidak berpasangan)
2.      Uji T dependen (uji beda mean dependen/pasangan)
Uji T tidak berpasangan
Langkah/syaratnya sebagai berikut :
a.       Data harus berdistribusi normal/simetris (wajib),
b.      Kedua kelompok data independen
c.       Varians data boleh sama, boleh juga tidak
d.      Variabel berbentuk numeric dan kategorik
e.       Jika data berdistribusi normal, maka dipakai uji t tidak berpasangan
f.       Jika data tidak berdistribusi normal, dilakukan terlebih dahulu transformasi data
g.      Jika data setelah ditransformasi menjadi normal, maka dipakai uji t tidak berpasangan
h.      Jika data setelah ditransformasi tetap tidak normal, maka dipakai uji alternative uji Mann-Whitney
Uji T berpasangan
Langkah/syaratnya sebagai berikut :
a.       Data harus berdistribusi normal/simetris (wajib),
b.      Kedua kelompok data dependen/pair
c.       Varians data tidak perlu diuji karena kelompok data berpasangan/pair
d.      Variabel berbentuk numeric dan kategorik (dua kelompok)
e.       Jika data berdistribusi normal maka dipilih uji t berpasangan
f.       Jika data tidak berdistribusi normal, dilakukan terlebih dahulu transformasi data
g.      Jika data setelah ditransformasi distribusinya menjadi normal, maka dipakai uji t berpasangan
h.      Jika data setelah ditransformasi distribusinya tetap tidak normal, maka dipakai uji alternative uji Wilcoxon

UJI MANN-WHITNEY
Langkah/syaratnya sebagai berikut :
a.       Data harus berdistribusi normal/simetris (wajib),
b.      Kedua kelompok data independen
c.       Varians data boleh sama, boleh juga tidak
d.      Jika data berdistribusi normal, maka dipakai uji t tidak berpasangan
e.       Jika data tidak berdistribusi normal, dilakukan terlebih dahulu transformasi data
f.       Jika data setelah ditransformasi menjadi normal, maka dipakai uji t tidak berpasangan
g.      Jika data setelah ditransformasi tetap tidak normal, maka dipakai uji Mann-Whitney
UJI WILCOXON
Langkah/syaratnya sebagai berikut :
a.       Data harus berdistribusi normal/simetris (wajib),
b.      Kedua kelompok data dependen/pair
c.       Varians data tidak perlu diuji karena kelompok data berpasangan/pair
d.      Variabel berbentuk numeric dan kategorik (dua kelompok)
e.       Jika data berdistribusi normal maka dipilih uji t berpasangan
f.       Jika data tidak berdistribusi normal, dilakukan terlebih dahulu transformasi data
g.      Jika data setelah ditransformasi distribusinya menjadi normal, maka dipakai uji t berpasangan
h.      Jika data setelah ditransformasi distribusinya tetap tidak normal, maka dipakai uji alternative uji Wilcoxon

UJI ONE WAY ANOVA
Langkah/syaratnya sebagai berikut :
a.       Data harus berdistribusi normal/simetris (wajib),
b.      Varians data harus sama (wajib)
c.       Masalah skala variabel numeric
d.      Kelompok tidak berpasangan
e.       Jumlah kelompok > 2
f.       Jika memenuhi syarat diatas maka dipilih uji one way ANOVA
g.      Jika data tidak berdistribusi normal, varians tidak sama maka dilakukan terlebih dahulu transformasi data
h.      Jika variabel hasil transformasi tidak berdistribusi normal dan varians tetap tidak sama, maka dipakai uji alternative uji Kruskal-Wallis
i.        Jika pada uji ANOVA atau Kruskal-Wallis menghasilkan nilai p < 0,05, maka dilanjutkan dengan melakukan analisis Post Hoc.
UJI KRUSKAL-WALLIS
Langkah/syaratnya sebagai berikut :
a.       Data harus berdistribusi normal/simetris (wajib),
b.      Varians data harus sama (wajib)
c.       Masalah skala variabel numeric
d.      Kelompok tidak berpasangan
e.       Jumlah kelompok > 2
f.       Jika memenuhi syarat diatas maka dipilih uji one way ANOVA
g.      Jika data tidak berdistribusi normal, varians tidak sama maka dilakukan terlebih dahulu transformasi data
h.      Jika variabel hasil transformasi tidak berdistribusi normal dan varians tetap tidak sama, maka dipakai uji alternative uji Kruskal-Wallis
i.        Jika pada uji ANOVA atau Kruskal-Wallis menghasilkan nilai p < 0,05, maka dilanjutkan dengan melakukan analisis Post Hoc (Uji Mann-Whitney)
 
UJI REPEATED ANOVA
Langkah/syaratnya sebagai berikut :
a.       Data harus berdistribusi normal/simetris (wajib),
b.      Masalah skala variabel numeric
c.       Kelompok berpasangan
d.      Jumlah kelompok > 2
e.       Jika memenuhi syarat diatas maka dipilih uji repeated ANOVA
f.       Jika data tidak berdistribusi normal, maka dilakukan terlebih dahulu transformasi data
g.      Jika variabel hasil transformasi berdistribusi normal, maka dipakai uji repeated ANOVA
h.      Jika variabel hasil transformasi tidak berdistribusi normal, maka dipakai uji alternative Friedman.
i.        Jika pada uji repeated ANOVA atau uji Friedman menghasilkan nilai p < 0,05, maka dilanjutkan dengan melakukan analisis Post Hoc .
UJI FRIEDMAN
Langkah/syaratnya sebagai berikut :
a.       Data harus berdistribusi normal/simetris (wajib),
b.      Varians tidak menjadi syarat karena berpasangan
c.       Masalah skala variabel numeric
d.      Kelompok berpasangan
e.       Jumlah kelompok > 2
f.       Jika memenuhi syarat diatas maka dipilih uji repeated ANOVA
g.      Jika data tidak berdistribusi normal, maka dilakukan terlebih dahulu transformasi data
h.      Jika variabel hasil transformasi berdistribusi normal, maka dipakai uji repeated ANOVA
i.        Jika variabel hasil transformasi tidak berdistribusi normal, maka dipakai uji alternative Friedman.
j.        Jika pada uji repeated ANOVA atau uji Friedman menghasilkan nilai p < 0,05, maka dilanjutkan dengan melakukan analisis Post Hoc (Uji Wilcoxon) .
UJI CHI SQUARE (X2)
Langkah/syaratnya sebagai berikut :
a.       Skala pengukuran : kategorik – kategorik
b.      Masalah skala : kategorik
c.       Kelompok tidak berpasangan
d.      Jenis tabel : 2 x 2 (B x K)
e.       Sel yang mempunyai nilai harapan (expected) kurang dari 5 (maksimal 20 % dari jumlah sel)
f.       Bila pada tabel 2 x 2 dijumpai nilai harapan kurang dari 5, maka yang digunakan adalah uji Fisher’s Exact Test
g.      Bila tabel 2 x 2 dan tidak ada nilai harapan kurang dari 5  maka uji yang dipakai sebaiknya Continuity Correction (a)
h.      Bila tabelnya lebih dari 2 x 2, missal 3 x 2, 3 x 3, dsb, maka digunakan uji Pearson Chi Square

E.     Istilah – istilah Penting dalam Biostatistik
1.      Odds ratio (OR) : membandingkan derajat hubungan (Odds) pada kelompok ter-ekspose dengan Odds kelompok tidak terekspose. OR biasanya digunakan untuk desain kasus control atau cross sectional (potong lintang).
2.       Risiko Relatif (RR) : membandingkan risiko pada kelompok terekspose dengan kelompok tidak terekspose.
3.      Hipotesis : Hipotesis berasal dari kata hup dan thesis. Hupo artinya sementara dan thesis artinya pernyataan/teori. Dengan demikian hipotesis adalah pernyataan yang perlu diuji kebenarannya.
4.      Hipotesis Null (Ho) : Hipotesis yang menyatakan tidak ada perbedaan/tidak ada hubungan sesuatu kejadian antara kedua kelompok.
5.      Hipotesis Alternatif (Ha) : yang menyatakan ada perbedaan/hubungan sesuatu kejadian antara kedua kelompok.
6.      Tingkat Kemaknaan (Level of Significance) : merupakan kesalahan tipe I suatu uji yang biasanya diberi notasi α. Merupakan nilai yang menunjukkan besarnya peluang salah dalam menolak hipotesis nol. Penentuan nilai α tergantung dari tujuan penelitian. Nilai α yang sering digunakan adalah 10%, 5% atau 1%. Untuk bidang kesehatan biasanya digunakan nilai α sebesar 5%. Sedangkan untuk pengujian obat-obatan dipakai nilai α 1%.
7.      Nilai P (p value) merupakan nilai yang menunjukkan besarnya peluang salah menolak Ho dari data penelitian. Nilai P dapat diartikan juga sebagai nilai besarnya peluang hasil penelitian.
8.      Koofisien Determinasi (R2) dipakai untuk analisis regresi. Ini berguna untuk mengetahui seberapa besar variasi variabel dependen (Y) dapat dijelaskan oleh variabel independen (X). Semakin besar nilai R2 semakin baik/semakin tepat  variabel independen memprediksi variabel dependen.
9.      Populasi dan Sampel
Populasi adalah seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti. Populasi dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu populasi target yang merupakan seluruh unit populasi; dan populasi survei, yaitu sub unit dari populasi target (Setiadi, 2007). Sampel merupakan bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga dianggap dapat mewakili populasinya (Sastroasmoro & Ismael, 2010)

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2005). Prosedur penelitian: Suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Chandra Budiman. (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : EGC.
Dahlan, M. S. (2006). Besar sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Arkans
Dahlan, M. S. (2009). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika
Hastono S.P. (2006). Analisis Univariat Analisis Bivariat. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Hidayat, A. A. A. (2007). Riset keperawatan dan teknis penulisan ilmiah. Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, A. A. A. (2011). Metode Penelitian Kebidanan & Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.
Lemeshow, S., Hosmer, D. W., Klar, J., & Lwanga, S. K. (1997). Besar sampel dalam penelitiankesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Sastroasmoro, S., & Ismael, S. (2010). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Sagung Seto.
Setiadi (2007). Konsep dan penulisan riset keperawatan. Yogyakarta: Graha ilmu.
Wasis (2008). Pedoman Riset Praktis. Jakarta : EGC.