Perawatan Luka Modern
by : Ns. Franly Onibala,
S.Kep
I. Pendahuluan
Pada saat ini, perawatan luka telah mengalami
perkembangan yang sangat pesat terutama dalam dua dekade terakhir ini. Teknologi dalam bidang kesehatan juga memberikan
kontribusi yang sangat untuk menunjang praktek perawatan luka ini. Disamping
itu pula, isu terkini yang berkait dengan manajemen perawatan luka ini
berkaitan dengan perubahan profil pasien, dimana pasien dengan kondisi penyakit
degeneratif dan kelainan metabolic semakin banyak ditemukan. Kondisi tersebut
biasanya sering menyertai kekompleksan suatu luka dimana perawatan yang tepat
diperlukan agar proses penyembuhan bisa tercapai dengan optimal.
Dengan demikian,
perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang adekuat
terkait dengan proses perawatan luka yang dimulai dari pengkajian yang
komprehensif, perencanaan intervensi yang tepat, implementasi tindakan,
evaluasi hasil yang ditemukan selama perawatan serta dokumentasi hasil yang
sistematis. Isu yang lain yang harus dipahami oleh perawat adalah berkaitan
dengan cost effectiveness.
Manajemen perawatan luka modern sangat mengedepankan isu tersebut. Hal ini
ditunjang dengan semakin banyaknya inovasi terbaru dalam perkembangan
produk-produk yang bisa dipakai dalam merawat luka. Dalam hal ini,
perawat dituntut untuk memahami produk-produk tersebut dengan baik sebagai
bagian dari proses pengambilan keputusan yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Pada
dasarnya, pemilihan produk yang tepat harus berdasarkan pertimbangan biaya (cost), kenyamanan (comfort), keamanan (safety). Secara umum, perawatan luka yang
berkembang pada saat ini lebih ditekankan pada intervensi yang melihat
sisi klien dari berbagai dimensi, yaitu dimensi fisik, psikis, ekonomi, dan
sosial.
II.
Definisi Luka,
Klasifikasi dan Proses Penyembuhan Luka
Secara definisi
suatu luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya
cedera atau pembedahan. Luka
ini bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis, sifat, proses
penyembuhan dan lama penyembuhan. Adapun berdasarkan sifat yaitu : abrasi,
kontusio, insisi, laserasi, terbuka, penetrasi, puncture, sepsis, dll.
Sedangkan klasifikasi berdasarkan struktur lapisan kulit meliputi: superfisial,
yang melibatkan lapisan epidermis; partial
thickness, yang melibatkan lapisan epidermis dan dermis; dan full thickness yang
melibatkan epidermis, dermis, lapisan lemak, fascia dan bahkan sampai ke
tulang. Berdasarkan proses penyembuhan, dapat dikategorikan menjadi tiga,
yaitu:
A.
Healing by primary intention
Tepi luka bisa menyatu kembali, permukan bersih, biasanya
terjadi karena suatu insisi, tidak ada jaringan yang hilang. Penyembuhan luka
berlangsung dari bagian internal ke ekseternal.
B.
Healing by secondary
intention
Terdapat sebagian jaringan yang hilang, proses
penyembuhan akan berlangsung mulai dari pembentukan jaringan granulasi pada
dasar luka dan sekitarnya.
C. Delayed
primary healing (tertiary healing)
Penyembuhan
luka berlangsung lambat, biasanya sering disertai dengan infeksi, diperlukan
penutupan luka secara manual.
Berdasarkan
klasifikasi berdasarkan lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi dua yaitu: akut
dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi dalam jangka
waktu 2-3 minggu. Sedangkan luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak
tanda-tanda untuk sembuh dalam jangka lebih dari 4-6 minggu. Luka insisi bisa
dikategorikan luka akut jika proses penyembuhan berlangsung sesuai dengan
kaidah penyembuhan normal tetapi bisa juga dikatakan luka kronis jika mengalami
keterlambatan penyembuhan (delayed
healing) atau jika menunjukkan tanda-tanda infeksi.
III.
Proses Penyembuhan Luka
A.
Luka akan sembuh sesuai dengan tahapan yang spesifik
dimana bisa terjadi tumpang tindih (overlap)
B.
Proses penyembuhan luka tergantung pada jenis jaringan
yang rusak serta penyebab luka tersebut
C.
Fase penyembuhan luka :
1.
Fase inflamasi :
· Hari ke 0-5
· Respon segera setelah
terjadi injuri à
pembekuan darah à untuk mencegah
kehilangan darah
· Karakteristik : tumor, rubor, dolor, color, functio laesa
· Fase awal terjadi haemostasis
· Fase akhir terjadi fagositosis
· Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi
2.
Fase proliferasi or epitelisasi
· Hari 3
– 14
· Disebut juga dengan fase granulasi o.k adanya pembentukan
jaringan granulasi pada luka à luka
nampak merah segar, mengkilat
· Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi : Fibroblasts,
sel inflamasi, pembuluh darah yang baru, fibronectin and hyularonic acid
· Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan
penebalan lapisan epidermis pada tepian luka
· Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi
3.
Fase maturasi atau remodelling
· Berlangsung dari beberapa minggu s.d 2 tahun
· Terbentuknya kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka
serta peningkatan kekuatan jaringan (tensile strength)
· Terbentuk jaringan parut (scar tissue) à 50-80% sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya
· Terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas
selular and vaskularisasi jaringan yang mengalami perbaikan
IV. Faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka
- Status Imunologi
- Kadar gula darah (impaired white cell function)
- Hidrasi (slows metabolism)
- Nutritisi
- Kadar albumin darah (‘building blocks’ for repair, colloid osmotic pressure - oedema)
- Suplai oksigen dan vaskularisasi
- Nyeri (causes vasoconstriction)
- Corticosteroids (depress immune function)
V. Pengkajian
Luka
A. Kondisi luka
1.
Warna
dasar luka
· Slough (yellow)
· Necrotic
tissue (black)
· Infected
tissue (green)
· Granulating
tissue (red)
· Epithelialising
(pink)
2.
Lokasi
ukuran dan kedalaman luka
3.
Eksudat
dan bau
4.
Tanda-tanda
infeksi
5.
Keadaan kulit sekitar luka : warna dan
kelembaban
6.
Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung
B.
Status nutrisi klien : BMI, kadar albumin
C. Status vascular : Hb, TcO2
D. Status imunitas: terapi kortikosteroid
atau obat-obatan immunosupresan yang lain
E. Penyakit
yang mendasari : diabetes atau kelainan vaskularisasi lainnya
VI. Perencanaan
A.
Pemilihan Balutan Luka
Balutan luka (wound dressings) secara
khusus telah mengalami perkembangan yang sangat pesat selama hampir dua dekade
ini. Revolusi dalam perawatan luka ini dimulai dengan adanya hasil penelitian
yang dilakukan oleh Professor G.D Winter pada tahun 1962 yang dipublikasikan
dalam jurnal Nature tentang
keadaan lingkungan yang optimal untuk penyembuhan luka. Menurut Gitarja (2002),
adapun alasan dari teori perawatan luka dengan suasana lembab ini antara lain:
1.
Mempercepat fibrinolisis
Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan lebih
cepat oleh netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab.
2.
Mempercepat angiogenesis
Dalam keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan
merangsang lebih pembentukan pembuluh darah dengan lebih
cepat.
3.
Menurunkan resiko
infeksi
Kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika
dibandingkan dengan perawatan kering.
4.
Mempercepat pembentukan
Growth factor
Growth factor berperan pada proses penyembuhan luka untuk membentuk
stratum corneum dan angiogenesis, dimana produksi komponen tersebut lebih cepat
terbentuk dalam lingkungan yang lembab.
5.
Mempercepat terjadinya
pembentukan sel aktif.
Pada keadaan lembab, invasi netrofil yang diikuti oleh
makrofag, monosit dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini.
Pada dasarnya prinsip pemilihan balutan yang akan
digunakan untuk membalut luka harus memenuhi kaidah-kaidah berikut ini:
1.
Kapasitas balutan untuk dapat menyerap cairan yang
dikeluarkan oleh luka (absorbing)
2.
Kemampuan balutan untuk mengangkat jaringan nekrotik dan
mengurangi resiko terjadinya kontaminasi mikroorganisme (non viable tissue
removal)
3.
Meningkatkan kemampuan rehidrasi luka (wound rehydration)
4.
Melindungi dari kehilangan panas tubuh akibat penguapan
5.
Kemampuan atau potensi sebagai sarana pengangkut atau
pendistribusian antibiotic ke seluruh bagian luka (Hartmann, 1999; Ovington,
1999)
Dasar pemilihan terapi harus berdasarkan pada :
· Apakah suplai telah tersedia?
· Bagaimana cara memilih terapi yang tepat?
· Bagaimana dengan keterlibatan pasien untuk memilih?
· Bagaimana dengan pertimbangan biaya?
· Apakah sesuai dengan SOP yang berlaku?
· Bagaimana cara mengevaluasi?
B.
Jenis-jenis balutan dan
terapi alternative lainnya
1.
Film
Dressing
·
Semi-permeable
primary atau secondary dressings
·
Clear
polyurethane yang disertai perekat adhesive
·
Conformable,
anti robek atau tergores
·
Tidak
menyerap eksudat
·
Indikasi
: luka dgn epitelisasi, low exudate, luka insisi
·
Kontraindikasi
: luka terinfeksi, eksudat banyak
·
Contoh:
Tegaderm, Op-site, Mefilm
2.
Hydrocolloid
·
Pectin,
gelatin, carboxymethylcellulose dan elastomers
· Support autolysis untuk mengangkat jaringan nekrotik atau
slough
·
Occlusive
–> hypoxic environment untuk mensupport angiogenesis
·
Waterproof
·
Indikasi
: luka dengan epitelisasi, eksudat minimal
·
Kontraindikasi
: luka yang terinfeksi atau luka grade III-IV
·
Contoh:
Duoderm extra thin, Hydrocoll, Comfeel
3.
Alginate
·
Terbuat
dari rumput laut
·
Membentuk
gel diatas permukaan luka
·
Mudah
diangkat dan dibersihkan
·
Bisa
menyebabkan nyeri
·
Membantu
untuk mengangkat jaringan mati
·
Tersedia
dalam bentuk lembaran dan pita
· Indikasi : luka dengan eksudat sedang s.d berat
· Kontraindikasi : luka dengan jaringan nekrotik dan kering
· Contoh : Kaltostat, Sorbalgon, Sorbsan
4.
Foam Dressings
·
Polyurethane
·
Non-adherent
wound contact layer
·
Highly
absorptive
·
Semi-permeable
·
Jenis
bervariasi
· Adhesive dan non-adhesive
· Indikasi : eksudat sedang s.d berat
· Kontraindikasi : luka dengan eksudat minimal, jaringan
nekrotik hitam
· Contoh : Cutinova, Lyofoam, Tielle, Allevyn, Versiva
5.
Terapi alternatif
·
Zinc
Oxide (ZnO cream)
·
Madu
(Honey)
·
Sugar
paste (gula)
·
Larvae
therapy/Maggot Therapy
·
Vacuum
Assisted Closure
·
Hyperbaric
Oxygen
VII. Implementasi
A.
Luka dengan eksudat & jaringan nekrotik (sloughy
wound)
· Bertujuan untuk melunakkan dan mengangkat jaringan mati
(slough tissue)
· Sel-sel mati terakumulasi dalam eksudat
· Untuk merangsang granulasi
· Mengkaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
· Balutan yang dipakai antara lain: hydrogels,
hydrocolloids, alginates dan hydrofibre dressings
B.
Luka Nekrotik
· Bertujuan
untuk melunakan dan mengangkat jaringan nekrotik (eschar)
· Berikan lingkungan yg kondusif u/autolisis
· Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
· Hydrogels, hydrocolloid dressings
C.
Luka terinfeksi
· Bertujuan untuk
mengurangi eksudat, bau dan mempercepat penyembuhan luka
· Identifikasi tanda-tanda klinis dari infeksi pada luka
· Wound
culture – systemic antibiotics
· Kontrol
eksudat dan bau
· Ganti
balutan tiap hari
· Hydrogel,
hydrofibre, alginate, metronidazole gel (0,75%), carbon dressings, silver dressings
D. Luka Granulasi
· Bertujuan
untuk meningkatkan
proses granulasi, melindungi jaringan yang baru, jaga kelembaban luka
· Kaji
kedalaman luka dan jumlah eksudat
· Moist
wound surface – non-adherent dressing
· Treatment
overgranulasi
· Hydrocolloids,
foams, alginates
E. Luka epitelisasi
· Bertujuan
untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk “re-surfacing”
· Transparent films, hydrocolloids
· Balutan tidak terlalu sering diganti
F. Balutan
kombinasi
Tujuan
|
Tindakan
|
Rehidrasi
|
Hydrogel + film
atau hanya hydrocolloid
|
Debridement
(deslough)
|
Hydrogel
+ film/foam
Atau
hanya hydrocolloid
Atau alginate + film/foam
Atau hydrofibre + film/foam
|
Manage eksudat sedang
s.d berat
|
Extra absorbent foam
Atau extra absorbent alginate + foam
Atau hydrofibre + foam
Atau
cavity filler plus foam
|
VIII.
Evaluasi dan Monitoring Luka
·
Dimensi
luka : size, depth, length, width
·
Photography
·
Wound
assessment charts
·
Frekuensi
pengkajian
·
Plan
of care
IX. Dokumentasi
Perawatan Luka
-
Potential
masalah
-
Komunikasi
yang adekuat
-
Continuity
of care
-
Mengkaji
perkembangan terapi atau masalah lain yang timbul
-
Harus
bersifat faktual, tidak subjektif
-
Wound
assessment charts
X. Kesimpulan
- Penggunaan ilmu dan teknologi serta inovasi produk perawatan luka dapat memberikan nilai optimal jika digunakan secara tepat
- Prinsip utama dalam manajemen perawatan luka adalah pengkajian luka yang komprehensif agar dapat menentukan keputusan klinis yang sesuai dengan kebutuhan pasien
- Peningkatan pengetahuan dan keterampilan klinis diperlukan untuk menunjang perawatan luka yang berkualitas
Referensi
2. Georgina
Casey, Modern Wound Dressings. Nursing
Standard, Oct 18-Oct 24, 2000:15,5: Proquest Nursing & Allied
Health Search
3. Kathleen Osborn, Nursing
Burn Injuries. Nursing
Management; May 2003; 34,5: Proquest Nursing & Allied Health
Search
4. Madelaine Flanagan, Managing
Chronic Wound Pain in Primary Care. Practice
Nursing; Jun 23, 2006; 31, 12; ABI/INFORM Trade & Industry
5. Maureen Benbow, Healing and
Wound Classification. Journal
of Community Nursing; Sep 2007; 21,9; Proquest Nursing & Allied
Health Search
6.
Ritin Fernandez, Rhonda Griffiths, Cheryl Ussia (2002). The
Effectiveness of Solutions, Techniques and Pressure in Wound Cleansing. The Joanna Briggs Institute for
Evidence Based Nursing & Midwifery. Australia. www.joannabriggs.org.au
7. Ruth Ropper. Principles of
Wound Assessment and Management. Practice
Nurse; Feb 24, 2006; 31,4; Proquest Nursing & Allied Health
Search
Tidak ada komentar:
Posting Komentar