Konsep Mencuci Tangan
Mencuci tangan adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan
tangan dan jari jemari dengan menggunakan air ataupun cairan lainnya
oleh manusia dengan tujuan untuk menjadi bersih, sebagai bagian dari
ritual keagamaan, ataupun tujuan-tujuan lainnya.
Perilaku mencuci tangan berbeda dengan perilaku cuci tangan yang merujuk pada kata kiasan.
Mencuci tangan baru dikenal pada akhir abad ke 19 dengan tujuan menjadi
sehat saat perilaku dan pelayanan jasa sanitasi menjadi penyebab
penurunan tajam angka kematian dari penyakit menular yang terdapat pada
negara-negara kaya (maju). Perilaku ini diperkenalkan bersamaan dengan
ini isolasi dan pemberlakuan teknik membuang kotoran yang aman dan
penyediaan air bersih dalam jumlah yang mencukupi.
Mencuci tangan dengan sabun adalah praktik mencuci tangan yang paling
umum dilakukan setelah mencuci tangan dengan air saja. Walaupun perilaku
mencuci tangan dengan sabun diperkenalkan pada abad 19 dengan tujuan
untuk memutus mata rantai kuman, namun pada praktiknya perilaku ini
dilakukan karena banyak hal di antaranya, meningkatkan status sosial,
tangan dirasakan menjadi wangi, dan sebagai ungkapan rasa sayang pada
anak.
Pada fasilitas-fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, mencuci tangan
bertujuan untuk melepaskan atau membunuh patogen mikroorganisme (kuman)
dalam mencegah perpindahan mereka pada pasien. Penggunaan air saja dalam
mencuci tangan tidak efektif untuk membersihkan kulit karena air
terbukti tidak dapat melepaskan lemak, minyak, dan protein dimana
zat-zat ini merupakan bagian dari kotoran organik. Karena itu para staf
medis, khususnya dokter bedah, sebelum melakukan operasi diharuskan
mensterilkan tangannya dengan menggunakan antiseptik kimia dalam
sabunnya (sabun khusus atau sabun anti mikroba) atau deterjen. Untuk
profesi-profesi ini pembersihan mikro organisme tidak hanya diharapkan
"hilang" namun mereka harus bisa memastikan bahwa mikro organisme yang
tidak bisa "bersih" dari tangan, mati, dengan zat kimia antiseptik yang
terkandung dalam sabun. Aksi pembunuhan mikroba ini penting sebelum
melakukan operasi dimana mungkin terdapat organisme-organisme yang kebal
terhadap antibiotik.
Pada akhir tahun 1990an dan awal abad ke 21, diperkenalkan cairan
alkohol untuk mencuci tangan (juga dikenal sebagai cairan pencuci
tangan, antiseptik, atau sanitasi tangan) dan menjadi populer. Banyak
dari cairan ini berasal dari kandungan alkohol atau etanol yang
dicampurkan bersama dengan kandungan pengental seperti karbomer,
gliserin, dan menjadikannya serupa jelly, cairan, atau busa untuk
memudahkan penggunaan dan menghindari perasaan kering karena penggunaan
alkohol. Cairan ini mulai populer digunakan karena penggunaannya yang
mudah, praktis karena tidak membutuhkan air dan sabun.
Penggunaan cairan sanitasi tangan berbentuk jel dan berbahan dasar
alkohol dalam sebuah penelitian di Amerika pada 292 keluarga di Boston
menunjukkan bahwa cairan ini mengurangi kasus diare di rumah hingga 59
persen. Dr. Thomas J. Sandora, seorang dokter di Divisi Penyakit Menular
pada RS Anak-anak Boston (Division of Infectious Diseases at Children's
Hospital Boston) dan juga penulis untuk buku "Tangan Sehat, Keluarga
Sehat" ("Healthy Hands, Healthy Families.") mengemukakan bahwa
penelitian ini adalah penelitian pertama yang menunjukkan bahwa
penggunaan cairan sanitasi tangan menunjukkan bahwa perilaku ini
mengurangi penyebaran kuman di rumah. Keluarga yang direkrut untuk
penelitian ini adalah keluarga yang menitipkan anak-anaknya di tempat
penitipan anak dan menunjukkan aktivitas mencuci tangan dengan sabun
dengan frekwensi yang sama saat direkrut untuk penelitian. Lalu separuh
dari keluarga itu diberikan cairan sanitasi tangan dan selebaran yang
memberitahu tentang pentingnya kebersihan tangan. Sementara separuhnya
lagi, befungsi sebagai kontrol dan menerima selebaran tentang nutrisi
dan diminta untuk tidak menggunakan cairan pencuci tangan. Hasilnya
keluarga yang menggunakan cairan sanitasi tangan mengindikasikan 59%
angka diare yang lebih rendah dibandingkan kelompok yang berfungsi
sebagai kontrol. Penelitian lain oleh Harvard Medical School dan RS
Anak-anak Boston (Division of Infectious Diseases at Children's Hospital
Boston) yang dipublikasikan pada bulan April 2005 menunjukkan efek
perlindungan pada penderita ISPA dalam keluarga yang menggunakan cairan
sanitasi tangan atas inisyatif mereka sendiri. Cairan sanitasi ini
menjadi alternatif yang nyaman bagi para orang tua yang tidak sempat
berulangkali ke wastafel untuk mencuci tangan mereka saat harus merawat
anak mereka yang sakit. Walaupun mencuci tangan dengan sabun dan air
efektif untuk mengurangi penyebaran sebagian besar infeksi namun untuk
melakukannya dibutuhkan wastafel, dan sebagai tambahan rotavirus (virus
yang paling sering ditemukan dalam kasus diare di tempat penitipan anak
di Amerika), tidak dapat dibersihkan secara efektif dengan sabun dan
air, namun dapat dimatikan dengan alkohol.
Sesuai perkembangan zaman, dikembangkan juga cairan pembersih tangan non
alkohol. Namun apabila tangan benar-benar dalam keadaan kotor, baik
oleh tanah, darah, ataupun lainnya, maka penggunaan air dan sabun untuk
mencuci tangan lebih disarankan karena cairan pencuci tangan baik yang
berbahan dasar alkohol maupun non alkohol walaupun efektif membunuh
kuman cairan ini tidak membersihkan tangan, ataupun membersihkan
material organik lainnya.
Dalam perdebatan yang mana perilaku yang lebih efektif di antara
menggunakan cairan pembersih tangan atau mencuci tangan dengan sabun,
Wallace Kelly, Infection Control R.N. (Paramedik untuk Pengendalian
Infeksi)berpendapat bahwa keduanya efektif dalam membersihkan
bakteria-bakteria tertentu. Namun cairan pembersih tangan berbahan dasar
alkohol tidak efektif dalam membunuh bakteria yang lain seperti e-coli
dan salmonela. Karena alkohol tidak menghancurkan spora-spora namun
dengan mencuci tangan dengan sabun spora-spora tersebut terbasuh dari
tangan. Menurutnya metode terbaik adalah menentukan saat keadaan tidak
memungkinkan untuk mengakses air dan sabun, maka cairan pencuci tangan
jauh lebih baik daripada tidak menggunakan apapun.
Di Amerika Serikat cairan pencuci tangan dilarang oleh Departemen
Pemadam Kebakaran dari sekolah-sekolah karena kekhawatiran bahwa cairan
tersebut dapat merangsang api menjadi besar, namun Rumah Sakit
Tallahasee Memorial Hospital diperbolehkan untuk menaruh cairan pencuci
tangan dalam jumlah tertentu. Cairan pencuci tangan yang disarankan
adalah yang mengandung paling sedikit 60% alkohol dan bahan pelembab.
Cairan pembunuh kuman yang berbahan dasar alkohol tidak efektif untuk
mematikan materi organik, dan virus-virus tertentu seperti norovirus,
spora-spora bakteria tertentu, dan protozoa tertentu. Untuk membersihkan
mikro organisme - mikro organisme tersebut tetap disarankan menggunakan
sabun dan air.
Karena praktis, cairan-cairan pencuci tangan inipun mulai diproduksi dan diperkenalkan secara komersil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar