Jumat, 05 Juli 2013

Kebidanan



Sectio Caesarea
By. Franly Onibala

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
              Melahirkan merupakan puncak peristiwa dari serangkaian proses kehamilan. Oleh karena itu, banyak wanita hamil merasa khawatir, cemas dan gelisah menanti saat kelahiran tiba. Setiap wanita menginginkan persalinannya berjalan lancar dan dapat melahirkan bayi yang sempurna. Seperti yang telah diketahui, ada dua cara persalinan yaitu persalinan pervaginam yang lebih dikenal dengan persalinan normal atau alami dan persalinan dengan operasi Caesar dapat disebut juga dengan bedah sesar atau sectio caesaria. (digilib.unimus.ac.id, 2012)
            Sectio caeseria adalah cara persalinan melalui pembedahan di perut dan di dinding uterus. Seharusnya keadaan ini dilakukan jika ibu dan janinnya dalam keadaan darurat dan hanya dapat diselamatkan melalui operasi. Bedah caesar yang tidak direncanakan biasanya baru diputuskan pada saat atau ketika persalinan berlangsung. Pemilihan persalinan melalui operasi dengan alasan yang beragam antara lain tidak tahan atau takut terhadap nyeri pada saat melahirkan. Banyak wanita yang tidak tahan memilih untuk menjalani operasi bahkan ada yang begitu mengetahui dirinya hamil sudah merencanakan untuk tidak bersalin normal dan melahirkan bayi dengan caesar (Oxorn, 2003).           
1
 
Kematian dan kesakitan ibu hamil, bersalin dan nifas masih merupakan masalah besar di negara berkembang termasuk Indonesia. Sekitar 25% – 50% kematian wanita usia subur disebabkan oleh masalah yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan nifas. (Depkes RI, 2011)
2
 
            Tahun 2005 AKI di Dunia 400/100.000 kelahiran hidup, dinegara maju 9/100.000 kelahiran hidup dan dinegara berkembang 450/150.000 kelahiran hidup. Berdasarkan laporan WHO 2007, pada tahun 2005 AKI di Indonesia 230/100.000 kelahiran hidup, sedangkan data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 bahwa AKI sebesar 228/100.000 kelahiran hidup. (Iqbal, 2012 ; Depkes RI, 2011).
Dalam upaya pencapaian dan tujuan pembangunan kesehatan, peningkatan pelayanan kesehatan ibu diprioritaskan yaitu dengan menurunkan AKI (Angka Kematian Ibu) menjadi 102/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 dari 425/100.000 kelahiran hidup pada tahun 1992 (SKRT). Untuk menurunkan AKI diperlukan upaya-upaya yang terkait dengan kehamilan, kelahiran dan nifas. Di negara-negara maju, angka sectio caesarea meningkat dari 5 % pada 25 tahun yang lalu menjadi 15 % (WHO, 2007) sedangkan hasil riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) menunjukkan bahwa terdapat 15% persalinan dilakukan melalui operasi. (Depkes RI, 2011)
              Saat ini persalinan dengan sectio caesaria bukan hal yang baru lagi bagi para ibu dan golongan ekonomi menengah keatas. Hal ini terbukti meningkatnya angka persalinan dengan sectio caesaria di Indonesia dari 5% menjadi 20% dalam 20 tahun terakhir. Dan tercatat dari 17.665 angka kelahiran terdapat 35.7% - 55.3% ibu melahirkan dengan proses sectio caesaria. Peningkatan persalinan dengan sectio caesaria ini disebabkan karena berkembangnya indikasi dan makin kecilnya risiko dan mortalitas pada sectio caesaria yang didukung dengan teknik operasi anastesi serta ampuhnya anti biotika (Mochtar, 2000).
3
 
            Menurut statistik 3.509 kasus sectio caesarea yang disusun oleh Peel dan Chamberlain, indikasi untuk sectio caesaria adalah disproporsi janin panggul 21%, gawat janin 14%, plasenta previa 11%, pernah sectio caesaria 11%, kelainan letak janin 10%, pre eklampsi dan hipertensi 7% dengan angka kematian ibu sebelum dikoreksi 17% dan sesudah dikoreksi 0,5% sedangkan kematian janin 14,5% (Wiknjosastro, 2005).
            Namun demikian operasi sectio caesarea bukan tanpa adanya risiko. Komplikasi sectio caesarea antara lain perdarahan, infeksi (sepsis), dan cedera di sekeliling struktur (usus besar, kandung kemih, pembuluh ligament yang lebar,ureter) (Hacker, 2001), sedangkan menurut Bensons dan Pernolls cit. Adjie ( 2005 ) angka kematian secara sectio caesaria adalah 40-80 tiap 100.000 kelahiran hidup. Angka ini menunjukkan resiko 25 kali lebih besar dibanding persalinan pervaginam. Malahan untuk kasus karena infeksi mempunyai angka 80 kali lebih tinggi dibandingkan persalinan pervaginam. Komplikasi tindakan anestesi sekitar 10 % dari seluruh angka kematian ibu. Frigeletto 1980 melaporkan, di Boston Hospital for women angka kematian ibu nol pada 10.231 kasus. Tetapi mereka juga mengemukakan bahwa angka kesakitan dan kematian lebih tinggi pada persalinan dengan sectio caesaria dibandingkan persalinan pervaginam, karena ada peningkatan resiko yang berhubungan dengan proses persalinan sampai pada keputusan dilakukan sectio caesaria (www.infoibu.com, 2012)

4
 
            Data yang penulis peroleh dari kamar operasi RSUD Tasikmalaya dari bulan Januari s/d Juni 2012, jumlah pasien yang di sectio caesarea adalah 578 orang dan indikasi terbanyak adalah karena gagal drips.
            Atas dasar uraian di atas, maka penulis mengambil judul laporan ini: “Asuhan Kebidanan pada Ny. R dengan Sectio Caesarea atas indikasi gagal drip di Rumah Sakit Umum Daerah Tasikmalaya”.
B.     Rumusan Masalah
              Bagaimana melakukan Asuhan Kebidanan pada Ny. R dengan Sectio Caesarea atas indikasi gagal drip di Rumah Sakit Umum Daerah Tasikmalaya ?
C.    Tujuan
1.      Tujuan Umum
Memberikan asuhan kebidanan yang tepat pada Ny. R dengan Sectio Caesarea atas indikasi gagal drips di Rumah Sakit Umum Daerah Tasikmalaya.
2.      Tujuan khusus
a.       Dapat mengkaji data subjektif pada Ny. R  dengan Sectio Caesarea atas indikasi gagal drips.
b.      Dapat mengkaji data objektif pada Ny. R dengan Sectio Caesarea atas indikasi gagal drips.
c.       Dapat melakukan analisa untuk menilai status kesehatan pada Ny. R dengan Sectio Caesarea atas indikasi gagal drips.
d.      Dapat melakukan penatalaksanaan asuhan kebidanan pada Ny. R dengan Sectio Caesarea atas indikasi gagal drips.
e.       Dapat mendokumentasikan asuhan kebidanan pada Ny.R dengan  Sectio Caesarea atas indikasi gagal drips.
D.    Manfaat
1.      Bagi Penulis
Dapat menambah ilmu pengetahuan, pengalaman dan wawasan dalam memberikan asuhan kebidanan pada ibu dengan Sectio Caesarea.
2.      Bagi Pendidikan
Dapat menambah bahan bacaan diperpustakaan, sehingga mahasiswa dapat meningkatkan wawasan khusunya dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada kasus Sectio Caesarea.
3.      Bagi Rumah Sakit
Dapat meningkatkan kualitas pelayanan asuhan kebidanan pada ibu dengan kasus Sectio Caesarea.








BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    Pengertian
Ada beberapa teori tentang definisi Sectio Caesaria (SC), dan masing-masing mempunyai pengertian yang berbeda tetapi makna yang sama yaitu :
Sectio Caesaria adalah cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina; atau seksio sesarea adalah suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar, 2000).
Sectio caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 g, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh/intact. (Saifuddin, 2002)
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram. (Wiknjosastro, 2005)
Persalinan SC adalah persalinan melalui sayatan pada dinding abdomen dan uterus yang masih utuh dengan berat janin > 1000 gram atau UK > 28 minggu. (Manuaba, 2001)
Sectio Caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002).



6
 
 


B.    
7
 
Istilah dalam Sectio Caesaria
1.      Seksio Caesaria Primer ( efektif )
Dari semula sudah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara sectio caesaria, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul sempit ( Conjugata Vera kurang dari 8 cm )
2.      Sectio Caesaria Sekunder
Dalam hal ini kita mencoba menunggu kelahiran biasa (partus percobaan), bila tidak ada kemajuan persalinan atau partus percobaan gagal, baru dilakukan sectio caesaria.
3.      Sectio Caesaria Ulang ( Repeat Caesarean Sectio )
Ibu pada kehamilan terdahulu mengalami Sectio Caesaria (previous Caesarian Secti) dan pada kehamilan selanjutnya dilakukan Sectio Caesaria ulangan.
4.      Sectio Caesaria Histerektomi ( Caesarean Sectio Histerektomy )
Adalah suatu operasi dimana setelah dilahirkan secara sectio caesaria, langsung dilakukan histerektomi karena suatu indikasi.
5.      Opersai Porro ( Porro Operation )
Adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari cavum uteri ( tentunya janin sudah mati ), dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada keadaan infeksi rahim yang berat.
Sectio Caesaria oleh ahli kebidanan disebut obstetric panacea, yaitu obat atau terapi ampuh dari semua masalah obstetrik. (Mochtar, 2000)

C.    Jenis Sectio Caesaria
Menurut Mochtar (2000), ada 3 jenis sectio caesaria :
1.      Abdomen ( Sectio Caesaria Abdominalis )
a.       Sectio caesaria klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm.
Kelebihan :
1)      Mengeluarkan janin lebih cepat
2)      Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih
3)      Sayatan biasa di perpanjang proksimal atau distal.
Kekurangan :
1)      Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonealisasi yang baik.
2)      Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri spontan.
b.      Sectio Caesaria Ismika atau Profunda atau Low Cervical dengan insisi pada segmen bawah rahim.
Kelebihan :
1)      Penjahitan luka lebih mudah
2)      Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik.
3)      Tumpang tindih dari peritoneal Flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum.
4)      Perdarahan kurang
5)      Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan kurang atau lebih kecil
Kekurangan :
1)      Luka melebar ke kiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan pedarahan yang banyak.
2)      Keluhan pada kandung kemih postoperative tinggi.
2. Sectio Caesaria Ekstra Peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis. Sectio Caesaria ekstra peritonealis dahulu dilakukan untuk mengurangi bahaya infeksi nifas, dengan kemajuan terhadap terapi infeksi, teknik ini tidak lagi dilakukan karena tekniknya sulit, juga sering terjadi ruptur peritoneum yang tidak dapat dihidarkan.
      3.   Vagina ( Sectio Caesaria Vaginalis )
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan sebagai berikut:
Ø  Sayatan memanjang ( longitudinal ) menurut Kroning
Ø  Sayatan melintang ( transfersal ) menurut Kerr
Ø  Sayatan huruf T ( T- incition )


D.  Etiologi
      Indikasi menurut Manuaba (2005)
a.       Plasenta previa sentralis / lateralis.
b.      Panggul sempit
c.       Disproporsi sevalo pelvic
d.      Ruptura uteri mengancam
e.       Partus lama
f.       Distosia serviks
g.      Malpresentasi janin: letak lintang, letak bokong, presentasi bokong, presentasi ganda, gamelli (anak pertama letak lintang), locking of the twins.
h.      Distosia karena tumor
i.        Gawat janin
j.        Indikasi lainnya
Indikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar sectio caesaria adalah :
a.      Prolong Labour sampai Neglected Labour.
b.      Ruptura uteri iminens.
c.       Fetal distress.
d.      Janin besar melebihi 4000 gram.
e.       Perdarahan ante partum.
Indikasi yang menambah tingginya angka persalinan dengan Sectio Caesaria adalah:
a.       Tindakan Sectio Caesaria pada letak sungsang
b.      Sectio Caesaria berulang
c.       Kehamilan prematuritas
d.      Kehamilan dengan resiko tinggi
e.       Pada kehamilan ganda
f.       Kehamilan dengan pre eklamsi dan eklamsi
g.      Konsep well born baby dan well health mother dengan orientasi persalinan, spontan B, outlet forcep / vakum.

E. Kontra indikasi
Dalam praktek kebidanan modern, tidak ada kontra indikasi tegas terhadap sectio caesaria, namun demikian sectio caesaria jarang dilakukan bila keadaan-keadaan sebagai berikut :
1.      Janin mati
2.      Terlalu prenatur untuk bertahan hidup
3.      Ada infeksi pada dinding abdomen, syok
4.      Anemia berat yang belum diatasi
5.      Kelainan Kongenital
6.      Tidak ada / kurang sarana / fasilitas / kemampuan
(Cunningham, 2006)



F.   Komplikasi
1). Infeksi
Lokasinya pada rahim dapat meluas ke organ-organ dalam rongga panggul disekitarnya. Faktor-faktor predisposisi partus lama, ketuban pecah dini, tindakan vaginal sebelumnya.
2). Perdarahan
Perdarahan bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang arteri uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
3). Bekuan darah di kaki ( tromboflebitis ), organ-organ dalam panggul, yang kadang-kadang sampai ke paru-paru.
4). Luka kandung kemih
5). Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga bisa terjadi ruptur uteri pada kehamilan berikutnya.
6). Ruptur uteri pada kehamilan berikutnya
(Wiknjosastro, 2005)

G. Resiko Persalinan Secara Sectio Caesaria
      Menurut www.mediasehat.com (2012), resiko persalinan secara Sectio Caesaria dibagi menjadi :
1.   Resiko jangka pendek
a.   Infeksi pada bekas jahitan
Infeksi luka akibat sectio caesaria berbeda dengan luka persalinan normal. Luka persalinan normal sedikit dan mudah dilihat, sedangkan luka akibat sectio caesaria besar dan berlapis-lapis. Untuk diketahui, ada sekitar 7 lapisan mulai dari dinding perut sampai dinding rahim, yang setelah operasi selesai, masing-masing lapisan dijahit tersendiri, jadi bisa ada 3-5 lapisan jahitan. Bila penyembuhan tidak sempurna, kuman akan lebih mudah terjadi infeksi sehingga luka menjadi lebih parah. Bukan tidak mungkin dilakukan penjahitan ulang.
b.   Infeksi Rahim
Infeksi rahim terjadi jika ibu sudah terkena infeksi sebelumnya, misalnya mengalami pecah ketuban. Saat dilakukan operasi, rahimpun terinfeksi. Apalagi jika antibiotik yang digunakan tidak cukup kuat.
c.   Keloid
Keloid atau jaringan parut muncul pada organ tertentu karena pertumbuhan berlebihan. Sel-sel pembentuk organ tersebut, ukuran sel meningkat dan terjadilah tonjolan jaringan parut. Perempuan yang kecenderungan keloid tiap mengalami luka niscaya mengalami keloid pada sayatan bekas operasinya.
d.   Cedera pembuluh darah
Pisau atau gunting yang dipakai dalam operasi berisiko mencederai pembuluh darah, misalnya tersayat. Kadang cedera terjadi pada penguraian pembuluh darah yang lengket. Ini adalah salah satu sebab mengapa darah yang keluar pada persalinan sectio caesaria lebih banyak dibandingkan persalinan normal.

e.   Cedera pada kandung kemih
      Kandung kemih letaknya pada dinding rahim. Saat Sectio Caesaria dilakukan, organ ini bisa saja terpotong. Perlu dilakukan operasi lanjutan untuk memperbaiki kandung kemih yang cedera tersebut.
f.    Perdarahan
      Perdarahan tidak bisa dihindari dalam proses persalinan. Namun, darah yang hilang lewat sectio caesaria dua kali lipat dibandingkan persalinan normal.
g.   Air ketuban masuk dalam pembuluh darah
      Selama sectio caesaria berlangsung, pembuluh darah terbuka. Ini memungkinkan komplikasi berupa masuknya air ketuban ke dalam pembuluh darah (embolus). Bila embolus mencapai paru-paru, terjadilah apa yang disebut pulmonary embolism, jantung dan pernafasan ibu bisa berhenti secara tiba-tiba. Terjadilah kematian mendadak.
h.   Pembekuan darah
      Pembekuan darah dapat  terjadi pada urat halus di bagian kaki atau organ panggul. Jika bekuan ini mengalir ke paru-paru, terjadilah embolus.
i.    Kematian saat persalinan
      Beberapa penelitian menunjukkan, angka kematian ibu pada sectio caesaria lebih tinggi dibandingkan persalinan normal. Kematian umumnya disebabkan karena kesalahan pembiusan, atau perdarahan yang tidak ditangani secara tepat.
j.    Kelumpuhan kandung kemih
      Usai Sectio Caesaria, ada kemungkinan ibu tidak bisa buang air kecil karena kandung kemihnya kehilangan daya gerak (lumpuh). Ini terjadi karena saat proses pembedahan kandung kemih terpotong.
k.   Hematoma
      Hematoma adalah perdarahan pada rongga tertentu, jika ini terjadi selaput disamping rahim akan membesar membentuk kantung akibat pengumpulan darah yang terus menerus. Akibatnya fatal, yaitu kematian ibu. Sebenarnya, kasus ini juga bisa terjadi pada persalinan normal. Tetapi mengingat resiko perdarahan pada sectio caesaria lebih tinggi, risiko hematoma pun lebih besar.
l.    Usus terpilin
      Sectio caesaria mengakibatkan gerak peristaltik usus tidak bagus, kemungkinan karena penanganan yang salah akibat manipulasi usus, atau perlekatan usus saat mengembalikannya ke posisi semula.
m.  Keracunan darah
      Keracunan darah pada sectio caesaria dapat terjadi karena sebelumnya ibu sudah mengalami infeksi. Ibu yang di awal kehamilan mengalami infeksi bawah rahim, berarti air ketubannya sudah mengandung kuman. Jika ketuban pecah dan didiamkan, kuman akan aktif sehingga vagina berbau busuk karena bernanah. Selanjutnya kuman masuk ke dalam pembuluh darah ketika operasi berlangsung, dan menyebar keseluruh tubuh. Keracunan darah yang berat dapat menyebabkan kematian ibu.
2.   Risiko Jangka Panjang
a.   Masalah psikologis
Berdasarkan penelitian, perempuan yang mengalami Sectio caesaria mempunyai perasaan negatif usai menjalaninya (tanpa memperhatikan kepuasan hasil operasi). Depresi pasca persalinan juga masalah yang sering muncul. Beberapa mengalami reaksi stress pascatrauma berupa mimpi buruk, kilas balik, atau ketakutan luar biasa terhadap kehamilan. Masalah psikologis ini lama-lama akan mengganggu kehidupan rumah tangga atau menyulitkan pendekatan terhadap bayi. Hal ini muncul jika ibu tidak siap menghadapi operasi.
b.   Perlekatan organ bagian dalam
      Penyebab perlekatan organ bagian dalam pasca sectio caesaria adalah tidak bersihnya lapisan permukaan dari noda darah. Terjadilah perlengketan yang menyebabkan rasa sakit pada panggul, masalah pada usus besar, serta nyeri pada saat melakukan hubungan seksual. Jika kelak dilakukan sectio caesaria lagi, perlekatan yang menimbulkan kesulitan teknis hingga melukai organ lain, seperti kandung kemih atau usus.


c.   Pembatasan kehamilan
      Dulu, perempuan yang pernah mengalami sectio caesaria hanya boleh melahirkan lebih dari itu, bahkan sampai 5 kali. Tapi risiko dan komplikasi lebih berat.
3.   Risiko Persalinan Selanjutnya
a.   Sobeknya jahitan rahim
      Ada 7 lapisan jahitan yang dibuat saat sectio caesaria. Yaitu jahitan pada kulit, lapisan lemak, vasia, otot perut, lapisan dalam perut, lapisan luar rahim dan rahim. Jahitan rahim ini dapat sobek pada persalinan berikutnya.  Makin sering menjalani sectio caesaria makin tinggi risiko terjadinya sobekan.
b.   Pengerasan plasenta
      Plasenta bisa tumbuh ke dalam melewati dinding rahim, sehingga sulit dilepaskan. Bila plasenta sampai menempel terlalu dalam (sampai ke myometrium), harus dilakukan pengangkatan rahim karena plasenta mengeras. Risikonya terjadi plasenta ini bisa meningkat karena sectio caesaria.
c.   Tersayat
      Ada dua pendapat soal kemungkinan tersayatnya bayi saat sectio caesaria. Pertama, habisnya air ketuban yang membuat volume ruang dalam rahim menyusut. Akibatnya, ruang gerak bayipun berkurang dan lebih mudah terjangkau pisau bedah. Kedua, pembedahan lapisan perut selapis demi selapis yang mengalirkan darah terus menerus. Semburan darah membuat janin sulit terlihat. Jika pembedahan dilakukan tidak hati-hati, bayi bisa tersayat di dalam kepala atau bokong. Terlebih dinding rahim sangat tipis.
d.   Masalah pernafasan
      Bayi yang lahir lewat sectio caesaria cenderung mempunyai masalah pernafasan yaitu nafas cepat dan tak teratur. Ini terjadi karena bayi tidak mengalami tekanan saat lahir seperti bayi yang lahir alami sehingga cairan paru-parunya tidak bisa keluar. Masalah pernafasan ini akan berlanjut hingga beberapa hari setelah lahir.
e.   Angka APGAR rendah
Angka APGAR adalah angka yang mencerminkan kondisi umum bayi pada menit pertama dan menit ke lima. Rendahnya angka APGAR merupakan efek anestesi dari sectio caesaria, kondisi bayi yang stress menjelang lahir, atau bayi tidak distimulasi sebagaimana bayi yang lahir lewat persalinan normal. Berdasarkan penelitian, bayi yang lahir lewat sectio caesaria butuh perawatan lanjutan dan alat bantu pernafasan yang lebih tinggi dibandingkan bayi lahir normal.
No
Aspek yang dinilai
0
1
2
Waktu
1
5
10
1
Frekuensi denyut jantung
Tidak ada
Kurang dari 100
Lebih dari 100
1
2
2
2
Usaha bernapas
Tidak ada
Lambat teratur
Menangis kuat
1
1
2
3
Tonus otot
Lumpuh
Ekstremitas flexi sedikit
Gerakan aktif
1
1
2
4
Reaksi terhadap rangsangan
Tidak ada
Gerakan sedikit
Menangis
1
2
2
5
Warna kulit
Biru / pucat
Tubuh kemerahan ekstremitas biru
Seluruh tubuh kemerahan

1
2
2





5
8
10

 KETUBAN PECAH DINI

A. Definisi
1. Pecahnya selaput ketuban sebelum ada tanda-tanda persalinan
2. Pecahnya selaput ketuban secara spontan, pada saat belum inpartu.
3. Selaput ketuban pecah 1 jam, kemudian tidak diikuti tanda-tanda awal persalinan (tanpa melihat usia kehamilan).
B. Faktor Penyebab
1. Koria amniolitis; selaput ketuban menjadi rapuh.
2. Inkompeten serviks; kanalis servikalis yang selalu terbuka karena kelainan serviks (kongenital, fisiologis)
3. Trauma; tekanan intra uterine mendadak meningkat.
4. Gemeli, hidramnion, kehamilan preterm, CPD, infeksi genital.
C. Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pada:
1. Anamnesis; waktu keluar cairan, warna, bau, benda dalam cairan.
2. Inspeksi; cairan per vaginam.
3. Inspekulo; penekanan pada fundus atau bagian terendah digoyangkan, keluar cairan dari OUE (orificium uterus externum) & terkumpul pada fornix posterior.
4. Periksa dalam; cairan dlm vagina, selaput ketuban tidak ada, cairan kering, janin mudah diraba.
5. Laboratorium; kertas lakmus berubah menjadi biru/ reaksi basah.
6. Demam bila ada infeksi.
Bila selaput ketuban sudah pecah:
1. Waktu selaput ketuban pecah ditentukan berdasarkan anamnesis.
2. Jika anamnesis tidak pasti, maka waktu selaput ketuban pecah adalah saat MRS.
3. Bila pada anamnesis ketuban pecah >12 jam, maka evaluasi 2 jam. Jika tidak ada tanda-tanda inpartu, segera terminasi kehamilan.
D. Komplikasi
1. Infeksi intra uterine.
2. Prolaps tali pusat.
3. Partus preterm.
4. Distosia, akibat partus kering.
5. Amniotik band syndrome; kelainan bawaan akibat KPD.
E. Penatalaksanaan:
1. KPD dgn kehamilan aterm.
a.  Antibiotik; Ampicillin 1 gr/ 6 jam (IV, tes dulu).
b. Observasi suhu rektal tiap 3 jam, bila >37,6oC segera terminasi.
c. Bila suhu rektal tidak naik, tunggu 12 jam. Bila belum ada tanda-tanda inpartu, segera terminasi.
2. KPD dgn kehamilan preterm.
Perkiraan BBJ >1.500 gr.
a. Ampicillin 1 gram/ 6 jam IV, tes dulu slma 2 hari. Dilanjutkan Amoxycillin 3x500 mg/hr selama 3 hari.
b. Kortikosteroid utk merangsang maturasi paru, injeksi Dexametasone 19 mg IV, 2x24 jam atau Betametason 12 mg IV 2x24 jam.
c. Observasi 2x24 jam dan suhu rektal tiap 3 jam, bila belum inpartu segera terminasi.
d. Bila ada kecenderungan naik >37,6oC, segera terminasi.
Perkiraan BBJ <1.500 gr
a. Ampicillin 1 gr/ 6 jam IV, tes dulu 2 hari. Dilanjutkan amoxycillin 3x500 mg selama 3 hari.
b. Observasi 2x24 jam dan suhu rektal tiap 3 jam.
c. Bila suhu rektal naik >37,6oC, segera terminasi.
d. Bila air ketuban tidak keluar dlm 2x24 jam, lakukan USG:
• Air ketuban cukup, lanjutkan konservatif.
• Air ketuban sedikit, segera terminasi.
e. Bila 2x24 jam air ketuban masih tetap keluar, segera terminasi.
f. Bila dilanjutkan konservatif, beri nasihat pada pasien:
􀂃 Balik ke RS bila demam atau keluar cairan lagi.
􀂃 Tidak boleh bersenggama/ koitus.
􀂃 Tidak boleh manipulsi vaginal.


Terminasi:
a. Oksitosin drip 5 U dlm 500 cc dextrose 5% dimulai 8 tetes/ menit, setelah 30 menit naikkan 4 tetes/ menit sampai his adekuat. Max 40 tetes/ menit.
b. SC bila drip oksitosin gagal.
c. Induksi persalinan gagal bila dengan 2 botol (@ 5 IU oksitosin dlm 500 cc Dextrose 5%) belum ada tanda-tanda awal persalinan atau bila dlm 12 jam belum keluar dari fase laten dgn tetesan maksimal.

















DAFTAR PUSTAKA


Cunningham, Gary F. 2006. Obstetri Williams. Edisi 21, Volume 1. Jakarta :           EGC.

Iqbal, 2012. Prevalensi Sectio Caesaria, from http:
        //www.iqbaldctr.co.cc/sectio-caesaria-ii_30.html (diakses tanggal 10 Juli         2012, 10.30 am)

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta : Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.

Mansjoer, Arief. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, Jakarta : Media             Aesculapius.

Manuaba Chandranita, Manuaba Fajar, Manuaba I.G.B. 2001. Gawat Darurat       Obstetri Ginekologi dan Obstetri-Ginekologi Sosial untuk Profesi Bidan.           Jakarta: EGC.

Mochtar Rustam. 2000. Sinopsis Obstetri: Obstetri Operatif Obstetri Sosial. Jilid    2, Edisi 2, Jakarta : EGC.

Oxorn, Harry. 2003. Ilmu Kebidanan : Fisiologi dan Patologi Persalinan. Jakarta: Yayasan Essentia Medica.

Saifuddin Abdul Bari, Adriaansz George, Wiknjosastro Gulardi Hanifa, Waspodo             Djoko.  2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan            Neonatal. Edisi 1, Cet. 3. Jakarta : JNPKKR – POGI bekerjasama dengan    Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Wiknjosastro Hanifa, Saifuddin, Abdul Bari, Rachimhadhi Trijatmo. 2000. Ilmu    Bedah Kebidanan. Edisi 1, Cet. 5. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono       Prawirohardjo.

Wiknjosastro Hanifa, Saifuddin, Abdul Bari, Rachimhadhi Trijatmo. 2005. Ilmu    Kebidanan . Jakarta : Edisi 3, Cet. 7. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka      Sarwono Prawirohardjo.

........http://www.infoibu.com (diakses tanggal 9 Juli 2012, 09.00 am)

........http://www.mediasehat.com (diakses tanggal 10 Juli 2012, 10.00 am)

……http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/123/jtptunimus-gdl-anayuliani-6103-1-   babi.pdf (diakses tanggal 11 Juli 2012, 11.00 am)

Tidak ada komentar: