Jakarta, 8 Juni 2013 - Setelah aksi bersama secara nasional pada
tanggal 21 Mei 2013 yang dihadiri hampir 10.000 perawat se-Jawa dan
perwakilan PPNI daerah diluar Jawa, beberapa kemajuan telah terjadi.
Namun upaya pengawalan terhadap pemerintah dan DPR perlu dilakukan
secara ketat. Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diketahui oleh
para sejawat diseluruh dunia.
1. Pimpinan DPR telah menunjuk Komisi IX untuk
membahasa RUU Keperawatan. Hal ini adalah berita baik, karena komisi
tersebut yang mengawali pengusulan, sehingga informasi dan pemahaman
Komisi IX akan mempercepat proses pembahasan bersama pemerintah. Bila
mekanisme Panja atau Pansus yang akan digunakan, proses bisa lebih lama.
Namun demikian, belum jelas siapa yang akan manjadi ketua tim yang
membahas RUU ini dalam tubuh Komisi.
2. Kementrian
Kesehatan telah marathon membahasan DIM (daftar inventaris masalah) atas
draft RUU Keperawatan yang diajukan oleh DPR. Isyu tentang penambahan
kata Kebidanan dalam nama RUU, sehingga menjadi RUU Keperawatan dan
Kebidanan akhirnya terbukti saat tim PPNI diundang dalam rapat
pembahasan DIM bersama tim kementrian pada pertemuan tanggal 29 Mei
2013. Tim merasa terjebak dalam pertemuan tersebut, karena belum ada
kesepakatan tentang subtansi dasar, seperti nama, tetapi sudah harus
membahasa isi teknis. Akhirnya tim tidak hadir dalam pertemuan
berikutnya.
Pada tanggal 4 Juni 2013, PPNI diundang oleh Sekjend Kemkes untuk
membahas kesepakatan tentang usulan penambahan nama dalam RUU
Keperawatan yang diajukan oleh DPR. Pertemuan dipimpin langsung oleh
Sekjend, bersama staf ahli bidang Medikolegal, Dirjend BUK, Kabiro Hukor
dan Direktur Keperawatan. PPNI dihadiri oleh Ketua Umum dan Ketua Dewan
Pertimbangan serta Ketua Departemen Kerjasama. Dari Pihak IBI dihadiri
oleh PJ Ketua Umum dan 4 Pengurus pusat lainya. Dalam pertemuan
terebut IBI menerima tawaran dari Kemkes untuk dimasukan dalam RUU
Keperawatan dengan syarat subtansi harus jelas perbedaanya. Berbagai
argumentasi di sampaikan oleh IBI terkait dengan sikap tersebut.
Terhadap tawaran Kemkes tentang penambahan nama tersebut, PP PPNI tidak
bisa menjawabnya, karena dari 3 kali Munas, amanatnya adalah sama UU
Keperawatan, bukan UU yang lain.
RUU Keperawatan dianggap sudah
diatas angin oleh Kemkes, karena surat dari DPR dan amanat Presiden
sangat jelas, RUU Keperawatan saja tanpa kata lain. Sehingga, sangat
terkesan Kemkes hanya berupaya mengadvokasi PPNI untuk menerima usulan
penambahan nama tersebut. Proses advokasi tidak berkembang kearah yang
lebih kreatif. Seperti apakah satu nama dua esensi atau harus dua nama
terpisah sebagai judul UU. Seperti UU Praktek Kedokteran, didalamnya ada
dokter dan dokter gigi. Esensi terpisah yang diminta IBI tidak
dikembangkan dalam proses advokasi. Usul nama RUU Keperawatan dan Kebidanan oleh kemenkes seperti harga mati. Terkesan dengan kuat menekan satu pihak dan memanjakan pihak lain.
Pertemuan tidak berhasil menyepakati usulan penambahan nama. Hingga
akhirnya pimpinan rapat berkesimpulan, tentang nama akan dikembalikan
kepada Menkes. Selanjutnya, karena secara kelembagaan RUU adalah usulan
DPR, maka PPNI tidak sepakat untuk terlibat dalam tim pembahasan RUU di
Kemenkes. Tetapi bersifat independen, agar bisa mengawal proses di
kedua belah pihak seca aktif.
Hari-hari kedepan adalah hari penuh kewaspadaan, berbagai elemen PPNI
harus menggunakan segala indera dan instink bawah sadar serta naluri
politik untuk mengawal proses perudangan UU Keperawatan. BILA TIDAK,
kemungkinan proses akan sangat lama, momen politik habis. Dan habislah
perjuangan belasan tahun kita.
Tetaplah dalam koordinasi, satu
langkah, satu visi, banyak aktifitas, dan beragam upaya masif dilakukan
untuk UU Keperawatan. Seperti lazimnya sebuah pertandingan babak akhir,
energy telah terkuras, stamina sudah nyaris habis, konsentrasi tak lagi
focus dan bisa mudah lengah. Tanpa semangat dan kewaspadaan, kemenangan
yang sudah hampir diraih bisa lepas begitu saja oleh strategi lawan.
Mari tetap waspada dan semangat!
Hidup Perawat Indonesia !!!!
Ditulis oleh Masfuri – Team Satgas RUU Keperawatan
Rabu, 12 Juni 2013
KONSEP MPKP
MODEL
PRAKTEK KEPERAWATAN PROFESIONAL (MPKP)
By. Ns. Franly Onibala, S.Kep
Disampaikan pada
Kepaniteraan Umum (PANUM) Program Lanjutan PSIK FK Unsrat Manado
A. Pengertian
Model
praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur, proses
dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat profesional, mengatur
pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan tersebut
diberikan (Ratna Sitorus & Yuli, 2006).
Model
praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur, proses
dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat profesional, mengatur
pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan tersebut
diberikan. Aspek struktur ditetapkan jumlah tenaga keperawatan berdasarkan
jumlah klien sesuai dengan derajat ketergantungan klien. Penetapan jumlah
perawat sesuai kebutuhan klien menjadi hal penting, karena bila jumlah perawat
tidak sesuai dengan jumlah tenaga yang dibutuhkan, tidak ada waktu bagi perawat
untuk melakukan tindakan keperawatan.
Selain
jumlah, perlu ditetapkan pula jenis tenaga yaitu PP dan PA, sehingga peran dan
fungsi masing-masing tenaga sesuai dengan kemampuan dan terdapat tanggung jawab
yang jelas. Pada aspek strukltur ditetapkan juga standar renpra, artinya pada
setiap ruang rawat sudah tersedia standar renpra berdasarkan diagnosa medik dan
atau berdasarkan sistem tubuh.
Pada
aspek proses ditetapkan penggunaan metode modifikasi keperawatan primer
(kombinasi metode tim dan keperawatan primer)
B. Tujuan MPKP
1.
Menjaga konsistensi asuhan
keperawatan
2.
Mengurangi konflik, tumpang
tindih dan kekososongan pelaksanaan asuhan keperawatan oleh tim keperawatan.
3.
Menciptakan kemandirian
dalam memberikan asuhan keperawatan.
4.
Memberikan pedoman dalam
menentukan kebijakan dan keputusan.
5.
Menjelaskan dengan tegas
ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagi setiap tim keperawatan
C. Pilar – pilar dalam Model Praktik Keperawatan Professional (MPKP)
Dalam
model praktik keperawatan professional terdiri dari empat pilar diantaranya
adalah
1. Pilar I : pendekatan
manajemen (manajemen
approach)
Dalam
model praktik keperawatan mensyaratkaan pendekatan manajemen sebagai pilar
praktik perawatan professional yang pertama.
Pada
pilar I yaitu pendekatan manajemen terdiri dari :
a.
Perencanaan
Dengan kegiatan perencanaan yang dipakai di
ruang MPKP meliputi (perumusan visi, misi, filosofi, kebijakan dan rencana
jangka pendek ; harian, bulanan, dan
tahunan)
Perencanaan
adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang hal-hal yang
akan dikerjakan dimasa mendatang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan (Siagian, 1990). Perencanaan dapat juga diartikan sebagai suatu
rencana kegiatan tentang apa yang harus dilakukan, bagaimana kegiatan itu
dilaksanakan, dimana kegiatan itu dilakukan.
Jenis-jenis
perencanaan terdiri dari :
ü Rencana jangka
panjang, yang disebut juga perencanaan strategis yang disusun untuk 3 sampai 10
tahun.
ü Rencana jangka
menengah dibuat dan berlaku 1 sampai 5 tahun.
ü Rencana jangka
pendek dibuat 1 jam sampai dengan 1 tahun.
Hirarki dalam
perencanaan terdiri dari perumusan visi, misi, filosofi, peraturan, kebijakan,
dan prosedur (Marquis & Houston, 1998).
Kegiatan
perencanaan yang dipakai di ruang MPKP meliputi perumusan visi, misi, filosofi
dan kebijakan. Sedangkan untuk jenis perencanaan yang diterapkan adalah
perencanaan jangka pendek yang meliputi rencana kegiatan harian, bulanan, dan
tahunan.
1. Visi Di Ruang MPKP
Visi adalah
pernyataan singkat yang menyatakan mengapa organisasi itu dibentuk serta tujuan
organisasi tersebut. Visi perlu dirumuskan sebagai landasan perencanaan
organisasi.
Contoh visi di Ruang
MPKP “Mengoptimalkan kemampuan hidup klien gangguan jiwa sesuai dengan
kemampuannya dengan melibatkan keluarga.”
2. Misi Di Ruang MPKP
Misi adalah
pernyataan yang menjelaskan tujuan organisasi dalam mencapai visi yang telah
ditetapkan.
Contoh misi di Ruang MPKP adalah “Memberikan pelayanan
prima secara holistik meliputi bio, psiko, sosio dan spiritual dengan
pendekatan keilmuan keperawatan kesehatan jiwa yang professional.”
3. Filosofi Di Ruang MPKP
Filosofi adalah
seperangkat nilai-nilai kegiatan yang menjadi rujukan semua kegiatan dalam
organisasi dan menjadi landasan dan arahan seluruh perencanaan jangka panjang.
Nilai-nilai dalam filosofi dapat lebih dari satu.
Beberapa contoh pernyataan filosofi :
Individu
memiliki harkat dan martabat
Individu
mempunyai tujuan tumbuh dan berkembang
Setiap
individu memiliki potensi berubah
Setiap
orang berfungsi holistik (berinteraksi dan bereaksi terhadap lingkungan)
4. Kebijakan Di Ruang MPKP
Kebijakan
adalah pernyataan yang menjadi acuan organisasi dalam pengambilan keputusan.
Contoh kebijakan di ruang MPKP :
“Kepala Ruangan MPKP dipilih melalui fit and proper test”
“Staf MPKP bertugas berdasarkan SK”
5. Rencana Jangka Pendek Di Ruang MPKP
Rencana jangka
pendek yang diterapkan di ruang MPKP terdiri dari rencana harian, bulanan dan
tahunan.
a)
Rencana harian
Rencana harian
adalah kegiatan yang akan dilaksanakan oleh perawat sesuai dengan perannya
masing-masing, yang dibuat pada setiap shift. Isi kegiatan disesuaikan dengan
peran dan fungsi perawat. Rencana harian dibuat sebelum operan dilakukan dan
dilengkapi pada saat operan dan pre conference.
1.
Rencana Harian Kepala Ruangan
Isi rencana
harian Kepala Ruangan meliputi :
Ø Asuhan
keperawatan
Ø Supervisi Katim
dan Perawat pelaksana
Ø Supervisi
tenaga selain perawat dan kerja sama dengan unit lain yang terkait
Kegiatan tersebut meliputi antara lain:
o
Operan
o
Pre conference dan Post conference
o
Mengecek SDM dan sarana prasarana
o
Melakukan interaksi dengan pasien baru
atau pasien yang memerlukan perhatian khusus
o
Melakukan supervisi pada ketua
tim/perawat pelaksana
o
Hubungan dengan bagian lain terkait rapat-rapat
terstruktur/insidentil
o
Mengecek ulang keadaan pasien, perawat,
lingkungan yang belum teratasi.
o
Mempersiapkan dan merencanakan kegiatan
asuhan keperawatan untuk sore, malam, dan besok sesuai tingkat ketergantungan
pasien.
SOP
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNSRAT MANADO
PROSEDUR
OPERASIONAL STANDAR (POS)
IMMOBILISASI DAN FIKSASI
1. Pembalutan
Tujuannya:
Tujuannya:
- Untuk mengurangi atau menghentikan perdarahan
- Untuk meminimalkan kontaminasi
- Untuk stabilisasi benda yang menancap
Kapan dilakukan:
- Pada luka terbuka yang memungkinkan terkontaminasi dengan lingkungan luar
- Ada perdarahan eksternal, sehingga darah mengalir melalui luka yang ada
- Ada luka tusuk dengan benda yang masih menancap, dengan kemungkinan benda tersebut menembur arteri atau pembuluh darah besar
Alat balut:
- Kassa atau kain, banyak tenaga medis yang menggunakannya dalam kondisi kegawatan
- Elastic bandage, mudah penggunaannya dan juga elastis sehingga hasil balutan juga bagus
Bagaimana:
- Bebat tekan untuk perdarahan eksternal
- Balutan donat untuk stabilisasi benda yang menancap
2. Pembidaian
Tujuannya:
- Immobilisasi sehingga membatasi pergerakan antara 2 bagian tulang yang patah saling bergesekan
- Mengurangi nyeri
- Mencegah kerusakan jaringan lunak, pembuluh darah dan syaraf di sekitarnya
Kapan dilaksanakan:
- Pasien dengan multiple trauma
- Jika terdapat tanda patah tulang pada ekstremitas
Prinsip Umum Pembidaian
- Lihat bagian yang mengalami cedera dengan jelas
- Periksa dan catat sensasi, motoris dan sirkulasi distal sebelum dan sesudah pembidaian
- Jika terdapat angulasi hebat dan denyut nadi tidak teraba, lakukan fiksasi dengan lembut. Jika terdapat tahanan, bidai ekstremitas dalam posisi angulasi.
- Tutup luka terbuka dengan kassa steril sebelum dibidai, pasang bidai di sisi yang jauh dari luka tersebut
- Gunakan bidai yang dapat mengimobilisasi satu sendi di proksimal dan distal jejas
- Pasang bantalan yang memadai
- Jangan mencoba untuk menekan masuk kembali segmen tulang yang menonjol, jaga agar ujung segmen fraktur tetap lembab
- Jika ragu akan adanya fraktur, lakukan pembidaian pada cedera ekstremitas
Jenis Bidai
- Bidai Kaku/Rigid Splint (bahan apapun, kayu, logam)
- Bidai Lunak/Soft Splint (air splint, bantal)
- Bidai Traksi/Traction Splint (Thomas splint, hare traction splint)
3.
Pemasangan Traksi
Definisi
Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau
alat lain untuk menangani kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot.
Traksi adalah pemasangan gaya
tarikan ke bagian tubuh. Traksi digunakan untuk meminimalkan spame otot, untuk
mereduksi, mensjajarkan, dan mengimubilisasi fraktur; untuk mengurangi
deformitas, dan untuk menambah ruangan di antara kedua permukaan patahan tulang.
Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginkan untuk
mendapatkan efek terapeutik. Faktor-faktor yang mengganggu keefektifan tarikan
traksi harus dihilangkan.
Kadang, traksi harus dipasang dengan
arah yang lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarikan yang diinginkan.
Dengan cara ini, bagian garis tarikan yang pertama berkontraksi terhadap garis tarikan lainnya.
Garis-garis tarikan tersebut dikenal sebagai vektor gaya. Resultanta gaya
tarikan yang sebenarnya terletak di tempat di antar kedua garis tarikan
tersebut. Efek traksi yang dipasang harus dievaluasi dengan sinar-X, dan
mungkin diperlukan penyesuaian. Bila otot dan jaringan lunak sudah rileks,
berat yang digunakan harus diganti untuk memperoleh gaya tarikan yang
diinginkan.
Jenis-jenis Traksi
Traksi lurus atau langsung
memberikan gaya tarikan dalam satu garis luru dengan bagian tubuh berbaring di
tempat tidur. Traksi ekstensi Buck dan traksi pelvis merupakan contoh traksi
lurus.
Traksi suspensi seimbang (gambar
2.1.1) memberi dukungan pada ekstremitas
yang sakit di atas tempat tidur sehingga memungkinkan mobilisasi pasien sampai batas tertentu tanpa
terputusnya garis tarikan.
Traksi dapat dilakukan pada kulit
(traksi kulit) atau langsung ke skelet tubuh (traksi skelet). Cara pemasangan
ditentukan oleh tujuan traksi.
Traksi dapat dipasang dengan tangan
(traksi manual). Ini merupakan traksi yang sangat sementara yang bisa digunakan
pada saat pemasnagan gips, memberikan perawatan kulit dibawa boot busa ekstensi
Buck, atau saat menyesuaikan dan
mengatur alat traksi.
a.
Traksi
kulit
Traksi kulit menggunakan plaster lebar yang direkatkan
pada kulit dan diperkuat dengan perban elastis. Berat maksimum yang dapat
diberikan adalah 5 kg yang merupakan batas toleransi kulit.
Jenis-jenis traksi kulit.
Beberapa jenis traksi kulit, yaitu :
ü Traksi
ekstensi dari Buck adalah traksi kulit dimana plaster melekat secara sederhana dengan memakai katrol.
ü Traksi dari
Dunlop, dipergunakan pada fraktur suprakondiler humeri anak-anak.
ü Traksi dari
Gallow atau traksi dari Brayant, dipergunakan pada
fraktur femur anak-anak usia di bawah 2 tahun .
ü Traksi dari
Hamilton Russel, digunakan pada anak-anak usia lebih dari 2 tahun.
Indikasi
Indikasi penggunaan traksi kulit adalah:
Indikasi penggunaan traksi kulit adalah:
ü Traksi kulit
merupakan terapi pilihan pada fraktur femur dan beberapa fraktur suprakondiler
humeri anak-anak.
ü Pada reduksi
tertutup dimana manipulasi dan imobilisasi tidak dapat dilakukan.
ü Merupakan pengobatan sementara pada fraktur sambil menunggu terapi
definitif.
ü Fraktur-fraktur
yang sangat bengkak dan tidak stabil misalnya fraktur suprakondiler humeri pada
anak-anak.
ü Untuk traksi
pada spasme otot atau pada kontraktur sendi misalnya sendi lutut dari panggul.
ü Untuk traksi
pada kelainan-kelainan tulang belakang seperti hernia nukleus pulposus (HNP)
atau spasme otot-otot tulang belakang.
Komplikasi :
- Komplikasi yang dapat terjadi pada traksi kulit.
- Penyakit trombo emboli.
- Abersi, infeksi serta alergi pada kulit.
b. Traksi pada tulang
Traksi pada
tulang biasanya menggunakan kawat Krischner ( K-wire) atau batang dari
Steinmann lokasi-lokasi tertentu,yaitu :
- Proksimal tibia.
- Kondilus femur.
- Olekranon.
- Kalkaneus (jarang dilakukan karena komplikasinya).
- Traksi pada tengkorak.
- Trokanter mayor.
- Bagian distal metakarpal.
Jenis-jenis
traksi tulang
·
Traksi tulang dengan menggunakan kerangka dari Bohler
Braun pada fraktur orang dewasa
·
Thomas splint dengan pegangan lutut atau alat traksi
dari Pearson
·
Traksi tulang pada olekranon, pada fraktur humerus
·
Traksi yang digunakan pada tulang tengkorak misalnya
Gradner Well Skull Calipers, Crutchfield cranial tong
Indikasi penggunaan traksi tulang :
·
Apabila diperlukan traksi yang lebih berat dari 5 kg.
·
Traksi pada anak-anak yang lebih besar.
·
Pada fraktur yang bersifat tidak stabil, oblik atau
komunitif.
·
Fraktur-faktur tertentu pada daerah sendi.
·
Fraktur terbuka dengan luka yang sangat jelek dimana
fiksasi eksterna tidak dapat dilakukan.
·
Dipergunakan sebagai traksi langsung pada traksi yang
sangat berat misalnya dislokasi panggul yang lama sebagai persiapan terapi
definitif.
Komplikasi traksi tulang :
·
Infeksi, misalnya infekis melalui kawat/pin yang
digunakan.
·
Kegagalan penyambungan tulang (nonunion) akibat traksi
yang berlebihan.
·
Luka akibat tekanan misalnya Thomas splint pada
tuberositas tibia.
·
Parese saraf akibat traksi yang berlebihan
(overtraksi) atau bila pin mengenai saraf.
Prinsip Traksi Efektif
·
Pada setiap pemasangan traksi, harus dipikirakan
adanya kontratraksi. Kontratraksi adalah gaya yang bekerja dengan arah yang
berlawanan. (Hukum Newton yang ketiga mengenai gerak, menyebutkan bahwa bila
ada aksi maka akan terjadi reaksi dengan besar yang sama namun arahnya
berlawanan). Umumnya berat badan pasien dan
pengaturan posisi tempat tidur mampu memberikan kontratraksi.
·
Kontratraksi harus dipertahankan agar traksi tetap
efektif.
·
Traksi harus berkesinambungan agar reduksi dan
imobilisasi fraktu efektif. Traksi kulit
pelvis dan serviks sering digunakan untuk mengurangi spasme otot dan biasanya
diberikan sebagai traksi intermiten.
·
Traksi skelet tidak boleh terputus.
·
Pemberat tidak boleh diambil kecuali bila traksi
dimaksudkan intermiten.
·
Setiap faktor yang dapat mengurangi tarikan atau
mengubah garis resultanta tarikan harus dihilangkan.
·
Tubuh pasien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat
tempat tidur ketika traksi dipasang.
·
Tali tidak boleh macet.
·
Pemberat harus tergantung bebas dan tidak boleh
terletak pada tempat tidur atau lantai.
·
Simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh
menyentuh katrol atau kaki tempat tidur.
Mekanisme Traksi
·
Mekanisme traksi meliputi tidak hanya dorongan traksi
sebenarnya tetapi juga tahanan yang dikenal sebagai kontratraksi, dorongan pada
arah yang berlawanan, diperlukan untuk keefektifan traksi, kontratraksi
mencegah pasien dari jatuh dalam arah dorongan traksi. Tanpa hal itu, spasme
otot tidak dapat menjadi lebih baik dan semua keuntungan traksi hanya menjadi lewat
saja ada dua tipe dari mekanik untuk traksi, dimana menggunakan kontratraksi
dalam dua cara yang berbeda. Yang pertama dikenal dengan traksi keseim-bangan,
juga dikenal sebagai traksi luncur atau berlari. Di sini traksi diaplikasikan
melalui kulit pasien atau dengan metode skeletal. Berat dan katrol digunakan
untuk mengaplikasikan tahanan langsung sementara berat tubuh pasien dalam
kombinasi dengan elevasi dari dorongan tempat tidur traksi untuk menyediakan
kontratraksi (Taylor, 1987 Styrcula, 1994a; Dave, 1995 and Osmond, 1999).
Traksi Buck akan menjadi contoh dari hal ini. Yang kedua dinamakan traksi fixed
dan kontratraksi dimasukkan di antara 2 point cocok yang tidak membutuhkan
berat atau elevasi tempat tidur untuk mencapai traksi dan kontratraksi. Splint
Thomas merupakan contoh dari sistem traksi ini (Taylor, 1987, Styrcula 1994a;
Dave, 1995 and Osmond, 1999).
·
Komponen mekanis dari sistem traksi, katrol (pulley),
tahanan vector dan friksi, terkait dengan beberapa faktor : cara dimana
kontratraksi diaplikasikan dan sudut, arah, serta jumlah tahanan traksi yang
diaplikasikan (Taylor, 1987 : 3). Sudut dan arah dorongan traksi bergantung
pada posisi katrol dan jumlah efek katrol sama dengan jumlah dorongan yang
diaplikasikan. Etika dua katrol segaris pada berat traksi yang sama maka
disebut dengan ”Block and tackle effect” hampir menggandakan jumlah dari
tahanan dorongan. Tahanan vector diciptakan dengan mengaplikasikan tahanan
traksi pada dua yang berbeda tetapi tidak berlawanan terhadap sisi tubuh yang
sama. Hasil ini menghasilkan tahanan ganda untuk dorongan traksi yang actual
(Taylor, 1987 and Styrcula, 1994a).
·
Friksi selalu ada dalam setiap sistem traksi. Friksi
memberikan resistansi terhadap dorongan traksi malah mengurangi tahanan traksi.
Hal ini diperlukan untuk meminimalisir kapanpun dan bagaimanapun kemungkinan
nantinya (Taylor, 1987 and Styrcula, 1994a).
·
Kita dapat menggunakan traksi : (1) untuk mendorong
tulang fraktur ke dalam tempat memulai, atau (2) untuk menjaga mereka immobile
sedang hingga mereka bersatu, atau (3) untuk melakukan kedua hal tersebut,
satunya diikuti dengan yang lain. Untuk mengaplikasikan traksi dengan sempurna,
kita harus menemukan jalan untuk mendapatkan tulang pasien yang fraktur dengan
anam, untuk beberapa minggu jika diperlukan. Ada dua cara untuk melakukan hal
tersebut : (1) memberi pengikat ke kulit (traksi kulit; (2) dapat menggunakan
Steinmann pin, a Denham pin, atau Kirschner wire melalui tulangnya (traksi
tulang). Tali kemudian digunakan untuk mengikat pengikatnya, pin atau wire
ditaruh melalui katrol, dan dicocokkan dengan berat. Berat tersebut dapat
mendorong pasien keluar dari tempat tidurnya, sehingga kita biasanya
membutuhkan traksi yang berlawanan dengan meninggikan kaki dari tempat
tidurnya. Salah satu dari tujuan utama dari traksi adalah memperbolehkan pasien
untuk melatih ototnya dan menggerakkan sendinya, jadi pastikan bahwa pasien
melakukan hal ini. Traksi membutuhkan waktu untuk diaplikasikan dan diatur,
tetapi hal ini dapat dengan mudah diatur dengan asisten.
4. GIPS
Definisi
·
Gips merupakan suatu bahan kimia yang pada saat ini
tersedia dalam lembaran dengan komposisi kimia (CaSO4)2 H2O + 3 H2O = 2
(SaSO42H2O) dan bersifat anhidrasi yang dapat mengikat air sehingga membuat
kalsium sulfat hidrat menjadi solid/keras. Pada saat ini sudah tersedia gips
yang sangat ringan.
·
Pemasangan gips merupakan salah
satu pengobatan konservatif pilihan (terutama pada fraktur) dan dapat dipergunakan
di daerah terpencil dengan hasil yang cukup
baik bila cara pemasangan, indikasi, kontraindikasi serta perawatan
setelah pemasangan diketahui dengan baik.
Bentuk-bentuk
Pemasangan GIPS
·
Bentuk lembaran sehingga gips menutup separuh atau dua
pertiga lingkaran permukaan anggota gerak.
·
Gips lembaran yang dipasang pada kedua sisi
antero-posterior anggota gerak sehingga merupakan gips yang hampir melingkar.
·
Gips sirkuler yang dipasang lengkap meliputi seluruh
anggota gerak.
·
Gips yang ditopang dengan besi atau karet dan dapat
dipakai untuk menumpu atau berjalan pada patah tulang anggota gerak bawah
Indikasi
·
Untuk pertolongan pertama pada faktur (berfungsi
sebagai bidal).
·
Imobilisasi sementara untuk mengistirahatkan dan
mengurangi nyeri misalnya gips korset pada tuberkulosis tulang belakang atau
pasca operasi seperti operasi pada skoliosis tulang belakang.
·
Sebagai pengobatan definitif untuk imobilisasi fraktur
terutama pada anak-anak dan fraktur tertentu pada orang dewasa.
·
Mengoreksi deformitas pada kelainan bawaan misalnya
pada talipes ekuinovarus kongenital atau pada deformitas sendi lutut oleh
karena berbagai sebab.
·
Imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis.
·
Imobilisasi untuk memberikan kesempatan bagi tulang
untuk menyatu setelah suatu operasi misalnya pada artrodesis.
·
Imobilisas setelah operasi pada tendo-tendo tertentu
misalnya setelah operasi tendo Achilles.
·
Dapat dimanfaatkan sebagai cetakan untuk pembuatan
bidai atau protesa.
Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah :
·
Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan.
·
Gips patah tidak bisa digunakan.
·
Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat
membahayakan klien.
·
Jangan merusak atau menekan gips.
·
Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips/
menggaruk.
·
Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu
lama.
Kelebihan
·
Mudah didapatkan.
·
Mura dan mudah dipergunakan oleh setiap dokter.
·
Dapat diganti setiap saat.
·
Dapat dipasang dan dibuat cetakan sesuai bentuk
anggota gerak.
·
Dapat dibuat jendela/lubang pada gips untuk membuka
jahitan atau perawatan luka selama imobiliasi.
·
Koreksi secara bertahap jaringan lunak dapat dilakukan
membuat sudut tertentu.
·
Gips bersifat rediolusen sehingga pemeriksaan foto
rontgen tetap dapat dilakukan walaupun gips terpasang.
·
Merupakan terapi konservatif pilihan untuk menghindari
operasi.
Kekurangan
·
Pemasangan gips yang ketat akan memberikan gangguan
atau tekanan pada pembuluh darah, saraf atau tulang itu sendiri.
·
Pemasangan yang lama dapat menyebabkan kekakuan pada
sendi dan mungkin dapat terjadi.
·
Disus osteoporosis dan atrofi.
·
Alergi dan gatal-gatal akibat gips.
·
Berat dan tidak nyaman dipakai oleh penderita.
Perawatan
Gips
Hal-hal yang perlu diperhatikan setelah pemasangan
gips adalah :
·
Gips tidak boleh basah oleh air
atau bahan lain yang mengakibatkan kerusakan gips.
·
Setelah pemasangan gips harus dilakukan follow u yang
teratur, tergantung dari lokalisasi pemasangan.
·
Gips yang mengalami kerusakan atau lembek pada
beberapa tempat, harus diperbaiki.
Sumber :
1. Gabriel. JF.
dr. 1996. Fisika Kedokteran. Jakarta : EGC.
2. Rasjad,
Chairuddin, Prof. MD,PhD. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar
: Binatang Lamumpatue.
3. Smeltzer,
Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddart. Jakarta :
EGC.
Langganan:
Postingan (Atom)